REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beberapa daerah di Indonesia telah memberlakukan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (Perda KTR). Bahkan di Kota Bogor, pemajangan produk tembakau seperti rokok di berbagai toko ritel juga dilarang.
Menanggapi hal itu, Deputi Urusan Kemenko Perekonomian Atong Soekirman menjelaskan, pada dasarnya merokok tetap diperbolehkan namun ada tempatnya. "Di luar negeri pun sudah seperti itu, maka harus kita pahami dan kita terima," ujarnya di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Senin, (17/12).
Maka menurutnya, permintaan rokok porsinya masih tinggi. Dengan begitu tidak menganggu petani tembakau.
"Konsumsi terus meningkat, karena rokok sudah seperti budaya. Maka kaitannya dengan petani, pemerintah menyarankan agar pabrik rokok menyerap tembakau petani," ujar Atong.
Hanya saja, rokok memiliki rasa sendiri yang ditentukan oleh tembakaunya, sehingga ia menegaskan harus ada unsur kemitraan antara petani tembakau dengan pabrik rokok. Tujuannya agar ada standar tembakau yang bisa diserap pabrik.
"Seperti jagung misalnya, kan ada standar kadar airnya. Tembakau ini juga perlu ada standar jelas yang hasilkan kualitas tembakau sesuai harapan, karena mempengaruhi rasa," tuturnya.
Bagi Atong, bila kemitraan tersebut dijalankan maka tembakau petani bisa terserap dan pabrik bisa memenuhi bahan bakunya tanpa impor. "Artinya kalau sepaham untuk hasil tertentu, itu win win solution," katanya.
Direktur Eksekutif Indef Enny Sri Hartati menambahkan, persoalan tembakau impor di Indonesia cukup menggelitik. "Industri punya alasan kebutuhan tembakau tidak cukup, di sisi lain petani tembakau kita tidak pernah dapat harga keekonomian," ujarnya pada kesempatan serupa.
Menurutnya, hal itu tidak masuk akal. Pasalnya, permintaan atau demand rokok masih tinggi. Sementara harga biasanya dipengaruhi demand dan supply.
"Seharusnya kalau demand tinggi, posisi petani di atas ingin, ini sebaliknya. Maka ini harus ditata betul," tegas Enny.
Ia mengakui setidaknya ada empat jenis tembakau yang tidak bisa diproduksi di Indonesia. Hanya saja sebenarnya porsi penggunaan tembakau tersebut kecil.
"Maka perlu roadmap komprehensif untuk atasi ini. Termasuk mengkaji PMK 156," tuturnya.
https://ift.tt/2CgzXiu
December 17, 2018 at 06:52PM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2CgzXiu
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment