REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Direktur Bidang Riset Sabang Merauke Institute (SMI), DR Syahganda Nainggolan, menyebutkan Jokowi hanya unggul tipis 6,61 persen di Pulau Jawa atas Prabowo. Adanya kenyataan ini memang jadi ancaman serius bagi posisi Jokowi untuk mempertahankan kekuasaannya. Sebab, posisi eletakbilitasnya pada pemilih di Jawa kini mentok dan tidak punya waktu lagi untuk memenuhi janji untuk mengangkat elektabilitasnya di Jawa karena pemilu tinggall 10 hari lagi.
‘’Kami melakukan survei pada 26 Maret sampai 2 April di Pulau Jawa yang meliputi enam provinsi. Hasilnya Jokowi hanya mendulang dukungan 49,32 persen. Prabowo mendapat dukungan 42, 71 persen. Teknik penarikan sampel dengan menggunakan teknik menggunakan multistage random sampling di mana stage pertama adalah dapil (daerah pemilihan) di seluruh pulau Jawa, stage kedua adalah kabupaten kota yang dipilih secara random pada masing-masing dapil,’’ kata Syahganda ketuka merilis hasis surveiya di Jakarta, Sabtu (6/2).
Syahganda mengatakan survei SMI dilakukan melalui sebaran sebanyak 600 responden yang tersebar di segenap penjuru pulau Jawa. Respondennya diambil secara proporsional di semua daerah pemilihan. Margin eror yang digunakan adalah 4 persen dengan tingkat kepercayaan mecapai 95 persen. Metode survei dilakukan dengan tatap muka dan wawancara.
‘’Kami tidak main-main dengan survey ini. Sebagai hasilnya kami sajikan apa adanya. Da bila melihat posisi ini Jokowi memang dalam posisi bahaya. Dia selaku petahana yang telah berkampanye selama 4,5 tahun Cuma hasilnya di bawah 50 persen. Dan ini terkoneksi dengan situasi antusias masa atau fenomena pada situasi masa kampanye terbuka. Dari angka tersebut survey kami menemukan data bila masih ada 7,97 persen pemilih yang sampai sekarang belum menentukan sikapnya,’’ katanya lagi.
Sebagai jaminan keseriusan surveinya, Syahganda dengan disaksikan direktur SMI Perdana Wahyu Santosa menganggkat sumpah di atas Alquran untuk meneguhkan bahwa dia tak main-main. Syahganda pun mengatakan pemahaman atas survei dilandasi bahwa selama ini dirinya memang berkutat di dunia tersebut. Apalagi ilmu dan seluk-beluk soal survei dalam penulisan disertasi doktoralnya ditulis berdasarkan hasil survei yang sifatnya kuantitatif.
‘’Saya geram dengan banyak survei dari para doktor yang sebenarnya disertasinya hanya berdasarkan kajian survei kualitatif. Saya lihat jarang sekali ada doktor dari hasil survey kuantitatif. Maka saya berani bertaruh dan berani mengangkat sumpah di bawah Alquran. Saya selalu berhubungan dengan soal survei sejak jadi mahasiswa di ITB hingga sampai doktor. Survei ini pertaruhan bagi saya,’’ katanya.
Mengomentari survey itu politikus PBB, Ahmad Yani mengaku terkejut. Dia tidak menyangka terjadi pertarungan sangat seru di pulau Jawa dalam pilpres 2019. Dan bila melihat hasil survei seolah mengkonfirmasi sekaligus menjadi perbandingan nyata dari hasil survey dari lembaga lain.
‘’Kita lihat nantinya akan seperti apa. Tak bagi saya ini berita yang kurang baik bagi petahana. Tapi saya lihat dia sudah mentok bahkan terancam bisa di bawah 40 persen eletabilitasnya di Jawa,’’ tegas Ahmad Yani.
http://bit.ly/2uLFFV4
April 06, 2019 at 05:31PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2uLFFV4
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment