REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Memasuki abad ke-8 M, satu per satu penghafal hadis meninggal dunia. Meluasnya daerah kekuasaan Islam juga membuat para penghafal hadis terpencar-pencar ke berbagai wilayah. Di tengah kondisi itu, upaya pemalsuan hadis demi memuluskan berbagai kepentingan merajalela.
Kondisi itu mengundang keprihatinan Umar bin Abdul Aziz (628-720 M), khalifah Dinasti Umayyah kedelapan yang berkuasa pada 717-720 M. Guna mencegah punahnya hadis, Umar bin Abdul Aziz memerintahkan pembukuan hadis-hadis yang dikuasai para penghafal. Gagasan pembukuan hadis itu pun mendapat dukungan dari para ulama di zaman itu.
Sang khalifah yang dikenal jujur dan adil itu segera memerintahkan Gubernur Madinah, Abu Bakar bin Muhammad bin Amru bin Hazm (wafat 117 H), untuk mengumpulkan hadis dari para penghafal yang ada di tanah suci kedua bagi umat Islam itu. Saat itu, di Madinah terdapat dua ulama besar penghafal hadis, yakni Amrah binti Abdurrahman dan Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar as-Siddiq.
Kedua ulama besar itu paling banyak menerima hadis dan paling dipercaya dalam meriwayatkan hadis dari Aisyah binti Abu Bakar, tulis Ensiklopedi Islam. Selain itu, Khalifah Umar bin Abdul Aziz juga memerintahkan Muhammad bin Syihab az-Zuhri (wafat 124 H) untuk menghimpun hadis yang dikuasai oleh para ulama di Hijaz dan Suriah.
Sejarah peradaban Islam mencatat az-Zuhri sebagai ulama agung dari kelompok tabiin pertama yang membukukan hadis. Memasuki abad ke-2 H atau abad ke- 8 M, upaya pengumpulan, penulisan, serta pembukuan hadis dilakukan secara besar-besaran.
Para ulama penghafal hadis mencurahkan perhatian mereka untuk menyelamatkan sabda Rasulullah SAW yang menjadi pedoman kedua bagi umat Islam setelah Alquran. Ulama di berbagai kota peradaban Islam telah memberi kontribusi yang besar bagi pengumpulan, penulisan, dan pembukuan buku di abad ke-2 H.
Di Kota Makkah, ulama yang getol dan fokus menyelamatkan hadis adalah Abdul Malik bin Abdul Aziz bin Juraij. Pembukuan hadis di Kota Madinah dilakukan oleh Malik bin Anas atau Imam Malik dan Muhammad bin Ishak. Kegiatan serupa juga dilakukan ulama di kota-kota peradaban Islam, seperti Basrah, Yaman, Kufah, Suriah, Khurasan, dan Rayy (Iran) serta Mesir.
Upaya pengumpulan, penulisan, dan pembukuan hadis pada masa itu belum sesuai harapan. Pada masa itu, masih terjadi percampuran antara sabda Rasulullah SAW dan fatwa sahabat dan tabiin.
http://bit.ly/2U5euif
April 08, 2019 at 06:36PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2U5euif
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment