REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perusahan layanan jasa teknologi finansial (fintech) Amartha menggunakan tanda tangan digital untuk mengoptimalkan tugas para petugas lapangan yang menjangkau masyarakat desa. Penggunaan tanda tangan digital ini untuk meminimalkan penggunaan kertas serta meningkatkan efisiensi.
Untuk menjawab kebutuhan ini, Amartha akan bekerja sama dengan perusahaan penyedia tanda tangan digital, PrivyID. Vice President Amartha, Aria Widyanto mengatakan, Amartha menyambut baik penggunaan tanda tangan digital ini. Hal ini akan memudahkan dalam menjangkau masyarakat unbanked di daerah pelosok.
"Melalui kerja sama dengan PrivyID diharapkan dapat mempercepat proses dengan mendigitalisasi semua dokumen,” kata Aria Widyanto dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Kamis (6/12).
Aria menjelaskan, pada 12 Desember 2018, Amartha telah menyalurkan pembiayaan modal usaha kepada lebih dari 166 ribu pelaku usaha mikro perempuan di Indonesia. Dengan semakin bertambahnya para pelaku usaha mikro perempuan tangguh yang bergabung di Amartha, para agen lapangan harus bekerja cepat, akurat dan efisien.
Oleh karena itu, kerja sama ini akan membantu para petugas lapangan Amartha dalam menjangkau lebih banyak lagi masyarakat unbanked di desa-desa. Apalagi saat ini Amartha memiliki agen lapangan di 108 lokasi di daerah pelosok dengan rata-rata dua puluh ribu kontrak baru per bulan.
"Menggunakan tanda tangan digital PrivyID akan membantu kami mengurangi paper works, datanya juga masuk secara real-time dan akhirnya menaikkan efisiensi dan transparansi. Sehingga agen lapangan kami bisa fokus untuk mengedukasi warga. Kami juga ingin tanda tangan digital bisa mencegah maladministrasi dan penipuan," jelas Aria.
Co-founder PrivyID, Guritno Adi Saputro mengatakan penggunaan tanda tangan digital selama ini terbukti bisa memangkas waktu pemrosesan dokumen dan mengurangi penggunaan kertas pada perusahaan fintech. Namun, ini merupakan tantangan yang baru bagi PrivyID karena mereka baru akan menjangkau masyarakat unbanked.
“Tantangannya yaitu penetrasi internet yang belum merata di daerah pelosok, tapi PrivyID menyambut semua tantangan demi menjangkau masyarakat unbanked. Kerja sama dengan Amartha ini mudah-mudahan menjadi contoh supaya para startup tidak hanya memikirkan orang-orang di kota besar saja," kata Guritno.
Seperti diketahui, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendukung penggunaan tanda tangan digital dalam pengesahan perjanjian antara penyelenggara, pemberi, dan penerima pinjaman. OJK mewajibkan perusahaan fintech menggunakan tanda tangan digital lewat Pasal 41 Peraturan OJK No 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.
World Bank Global Findex 2017 mencatat bahwa 51 persen dari populasi penduduk dewasa Indonesia tidak memiliki rekening bank, atau disebut juga sebagai unbanked. Masyarakat unbanked tidak memiliki akses untuk menjangkau produk perbankan karena tidak mampu memenuhi prasyarat kelayakan.
Jumlah masyarakat unbanked yang mencapai 95 juta orang menempatkan Indonesia pada peringkat keempat sebagai negara dengan populasi masyarakat unbanked terbesar dunia setelah Cina, India dan Pakistan. Permasalahan masyarakat unbanked yang merupakan isu lama ini menjadi salah satu fokus utama bagi pelaku fintech peer-to-peer (P2P) lending.
Salah satu faktor tingginya jumlah masyarakat unbanked di Indonesia adalah lokasi daerah yang tidak terjangkau oleh bank atau lembaga keuangan. Di antara penduduk dewasa unbanked yang menyatakan bahwa jarak adalah penghalang utama dalam mendapatkan rekening, 69 persen atau 60 juta orang di antaranya memiliki telepon seluler sendiri. Hal ini dapat menjadi potensi bagi industri fintech P2P lending untuk bisa membantu masyarakat yang masih unbanked.
https://ift.tt/2PnigRA
December 06, 2018 at 05:24PM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2PnigRA
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment