REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Perdana Menteri Australia Scott Morrison menegaskan, pemerintahan Australia akan mengakui Yerusalem Barat sebagai Ibu Kota Israel. Meski begitu, pihaknya tidak akan serta-merta memindahkan Kedutaan Besar Australia ke kota itu.
Ia mengatakan, kedutaan Besar Australia tidak akan pindah dari Tel Aviv hingga kesepakatan damai tercapai. Sebab, Australia juga mengakui aspirasi masyarakat Palestina terhadap sebuah negara dengan ibu kota di Yerusalem Timur.
"Australia mengakui Yerusalem Barat, yang menjadi pusat Knesset dan banyak lembaga pemerintahan, adalah ibu kota Israel. Kami berharap untuk memindahkan kedutaan kami ke Yerusalem Barat, setelah penentuan status akhir," kata dia di Sydney, seperti dilansir BBC News, Sabtu (15/12).
Menurut dia, status Yerusalem adalah salah satu masalah yang paling diperebutkan antara Israel dan Palestina. Ia mengatakan, untuk sementara, Australia akan mendirikan sebuah kantor pertahanan dan perdagangan di Yerusalem Barat.
Israel menganggap Yerusalem menrupakan Ibu Kotanya. Sementara Palestina juga menegaskan Yerusalem Timur, yang saat ini diduduki Israel dalam perang Timur Tengah 1967, sebagai Ibu Kota negara masa depan.
Kedaulatan Israel atas Yerusalem tidak pernah diakui secara internasional. Berdasarkan perjanjian perdamaian Israel-Palestina pada 1993, status terakhir Yerusalem akan dibahas dalam tahap akhir pembicaraan damai.
Sejak 1967, Israel telah membangun permukiman, rumah bagi sekitar 200.000 orang Yahudi, di Yerusalem Timur. Hal itu dianggap ilegal menurut hukum internasional, meski Israel membantahnya.
Pada Desember 2017, negara-negara anggota PBB memilih mendukung resolusi secara efektif di Majelis Umum PBB, menyusul pengakuan Amerika Serikat atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Menurut mayoritas anggota PBB, pengakuan itu harus dibatalkan.
https://ift.tt/2rCq9ZX
December 16, 2018 at 02:36AM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2rCq9ZX
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment