REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Penggiat sepak bola Tanah Air, Bambang Suryo, menegaskan, sepak bola Indonesia dikendalikan oleh mafia. Namun demikian, Bambang hanya memastikan, pengaturan skor (match fixing) yang dilakukan mafia pada 2018 terjadi di Liga 2. Sementara untuk Liga 1, Bambang belum bisa memastikannya karena tidak memiliki bukti.
"Untuk liga 2 saya bisa memastikan memang ada mafia yang mengendalikan sepak bola Indonesia. Orang-orang aslinya juga saya tahu semua," ujar Bambang dalam gelaran diskusi sepak bola nasional bertema #PSSIHarusBaik di Graha Pena Surabaya, Senin (17/12).
Tanpa ragu, Bambang mengungkapkan nama Vigit Waluyo yang paling berpengaruh dalam pengendalian hasil pertandingan di kompetisi sepak bola Indonesia. Bambang bisa memastikan nama tersebut karena ia pernah menjadi anak buah Vigit. Bambang pun pernah terlibat dalam kegiatan match fixing meskipun sekarang mengaku sudah bertobat.
Pria yang saat ini menjabat manajer klub Persekam Metro FC mengungkapkan, mafia mulai masuk ke dunia sepak bola Indonesia pada 2011. Tepatnya saat kompetisi Tanah Air terbagi menjadi dua, yaitu ISL dan IPL.
"Saya pelakunya, Gunawan pelakunya, di Tangerang ada JB pelakunya. Tapi mulai 2015 saya sudah tidak bermain," ujar Bambang.
Bambang mengungkapkan, mafia yang mengendalikan pertandingan sepak bola di Indonesia bukan merupakan bandar langsung. Mereka adalah runner, atau kepanjangan tangan dari para bandar yang berada di Cina, India, Malaysia, dan Singapura.
Beberapa runner yang disebutkan oleh Bambang, yang turut mengendalikan pertandingan sepak bola Tanah Air, di antaranya bernama Jimy yang sekarang berganti namanya menjadi Alian. Kemudian ada juga SAM, mantan kapten kesebelasan Malaysia pada ajang Olimpiade. Dia, kata Bambang, juga berganti nama menjadi Joni.
Kedua runner tersebut, dikatakannya memiliki koneksi langsung dengan Vigit. Vigit juga mempunyai anak buah lagi berinisial AN dan BANG. Saat ini, lanjut Bambang, bermunculan juga runner baru di Indonesia, seperti MN yang berada di Tangerang.
Bambang juga mempertanyakan pernyataan anggota exco PSSI Refrizal dan Gusti Randa yang pernah mengungkapkan adanya runner yang menawarkan uang sebesar Rp 1,5 triliun kepada Ketua PSSI Edy Rahmayadi. Menurutnya, seorang runner bisa mendapat akses ke federasi karena ada yang menjembatani.
"Siapa yang bermain di PSSI saya tahu. Yang jelas saya tidak akan memberikan bola liar ini karena akan berdampak jelek ke saya. Komisi wasit pun saya tahu siapa yang bermain. Kok bisa seorang runner masuk ranah federasi. Apakah ini exco bermain? atau siapa yang bermain? Atau komdis-komdisnya yang bermain?" kata Bambang.
Manajer Madura United Haruna Soemitro membantah terkait adanya mafia yang mengendalikan pertandingan di Liga 1. Meski Haruna mengaku mengenal Vigit, tapi dia membantah jika yang bersangkutan mengendalikan pertandingan di Liga 1.
"Di bola tidak ada orang yang tidak kenal Vigit. Tapi dalam urusan match fixing di liga 1 saya ingin tahu dan ingin mencari bukti. Tidak ada pemain saya, maupun pelatih yang bermain-main dengan itu," kata Haruna.
Haruna mengaku, setelah tiga tahun menjadi manajer Madura United dirinya tidak pernah menemukan bukti adanya pertandingan yang diatur. Dia menegaskan, sebagai pengelola klub, tidak ada tujuannya tidak ingin menang dalam sebuah kompetisi.
"Match fixing berarti ada yang diatur, siapa yang menang siapa yang kalah. Saya bertanya caranya bagaimana? Sampai hari ini saya nggak menemukan," kata dia.
https://ift.tt/2EyuXYU
December 17, 2018 at 06:04PM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2EyuXYU
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment