REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin (17/12), mengeksekusi dua terpidana perkara korupsi pengadaan KTP-elektronik (KTP-el), Irvanto Hendra Pambudi dan Made Oka Masagung. Keduanya dieksekusi ke Lapas Sukamiskin dan Lapas Tangerang.
"Hari ini dilakukan eksekusi terhadap dua terpidana dalam kasus KTP elektronik TA 2011 sampai 20012 pada Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia berdasarkan putusan Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat Nomor: 65/Pid.Sus.TPK/2018/PN.Jkt.Pst Tanggal 05 Desember 2018," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Senin.
Pertama, terdakwa Irvanto Hendra Pambudi Cahyo yang merupakan mantan Direktur Operasional PT Murakabi Sejahtera dieksekusi ke Lapas Klas 1 Sukamiskin Bandung. Irvanto telah divonis 10 tahun dan denda Rp500 juta jika tidak terbayar pidana kurungan 3 bulan.
Kedua, Made Oka Masagung yang merupakan pemilik OEM Investment Pte Ltd dieksekusi ke Lapas Klas 1 Tangerang. Sebelumnya, Made Oka juga telah divonis 10 tahun penjara dan pidana denda Rp 500 juta jika tidak terbayar pidana kurungan tiga bulan.
Putusan itu masih lebih rendah dibanding tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK yang menuntut agar Irvanto dan Made Oka divonis 12 tahun penjara ditambah denda Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan. Vonis itu berdasarkan dakwaan pertama pasal 2 ayat 1 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Dalam perkara ini, Irvanto pada 19 Januari 2012-19 Februari 2012 beberapa kali menerima uang dari Direktur Utama PT Biomorf Lone Indonesia, Johanes Marliem. Seluruhnya berjumlah 3,5 juta dolar AS melalui Riswan alias Iwan Baralah dengan memberikan nomor rekening perusahaan di Singapura kepada Irvanto.
Selanjutnya, Irvanto memerintahkan Direktur PT Biomorf Lane Indonesia Johannes Marliem untuk mengirimkan uang ke beberapa rekening perusahaan di luar negeri. Johannes Marliem lalu mengirimkan uang sesuai dengan permintaan Irvanto. Setelah Johanes mengirimkan uang tersebut, Irvanto menerima uang tunainya dari Riswan secara bertahap seluruhnya berjumlah 3,5 juta dolar AS.
Selain diberikan melalui Irvanto, fee untuk Setnov juga dikirimkan melalui Made Oka Masagung seperti kesepakatan yang dibuat sebelumnya. Pada 14 Juni 2012 Made Oka menerima fee untuk Setnov sejumlah 1,8 juta dolar AS dari Johannes Marliem melalui rekening OEM Investment, Pte Ltd pada OCBC Center Branch dengan underlying transaction software development final payment.
Pada 10 Desember 2012, Made Oka Masagung kembali menerima fee untuk Setnov dari Anang sejumlah 2 juta dolar AS melalui rekening pada Bank DBS Singapura atas nama Delta Energy Pte Ltd. Perusahaan ini milik Made Oka yang disamarkan dengan perjanjian penjualan saham sebanyak 100 ribu lembar milik Delta Energy di Neuraltus Pharmaceutical Incorporation, suatu perusahaan yang berdiri berdasarkan hukum Negara Bagian Delware (Amerika Serikat).
Selanjutnya, Made Oka menemui Hery Hermawan selaku Direktur PT Pundi Harmez Valasindo, dan menyampaikan bahwa Made Oka mempunyai sejumlah uang di Singapura. Namun, akan menarik secara tunai di Jakarta tanpa melakukan transfer dari Singapura sehingga pedagang valas Juli Hira dan Hery Hermawan memberikan uang tunai kepada Made Oka Masagung secara bertahap.
Sedangkan uang Made Oka yang di Singapura dipergunakan untuk pembayaran transaksi Hery Hermawan dan Juli Hira. Selain menarik secara tunai, Made Oka juga mengirimkan sebagian uang dari Johannes Marliem kepada Irvanto melalui rekening milik Muda Ikhsan Harahap di Bank DBS sejumlah 315 ribu dolar AS.
Uang tersebut selanjutnya diterima oleh Irvanto secara tunai dari Muda Ikhsan Harapan di rumah Irvanto. Perbuatan para terdakwa tersebut diatas telah memperkaya Setya Novanto sejumlah 7,3 juta dolar AS serta menguntungkan pihak lain dan korporasi.
https://ift.tt/2QBn2Aj
December 17, 2018 at 05:03PM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2QBn2Aj
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment