Saturday, December 8, 2018

Mantan Tahanan Ungkap Penyiksaan di Penjara Houthi

Mereka keluar dalam keadaan cacat, sebagai pesan untuk tidak mengkritik.

REPUBLIKA.CO.ID, MARIB -- Farouk Baakar sedang bekerja sebagai petugas medis di Rumah Sakit al-Rashid saat seorang pria dibawa ke ruang gawat darurat dengan luka tembak dan tanda-tanda penyiksaan lainnya. Pria itu diketahui telah dicambuk di bagian belakang dan digantung di pergelangan tangannya selama berhari-hari.

Baakar kemudian diberitahu bahwa pria tersebut ditemukan di sisi jalan raya setelah ditahan di penjara yang dikelola oleh pemberontak Houthi yang menguasai Yaman utara. Setelah itu, Baakar menghabiskan waktu berjam-jam untuk mengambil peluru dari tubuhnya dan memperbaiki ususnya yang pecah.

Setelah menjalani proses pemulihan selama 80 hari, pria itu kembali ditangkap oleh milisi Houthi. Milisi menyerbu rumah sakit, menutup mata Baakar dan menangkapnya juga dengan truk pickup.

Karena Baakar telah memberikan bantuan medis kepada musuh Houthi, maka dia sekarang adalah musuh mereka juga. Baakar menghabiskan waktu 18 bulan di penjara yang terletak di dalam wilayah Yaman yang dikendalikan oleh Houthi.

Dia mengatakan, para militan itu membakarnya, memukulnya, dan menggantungnya dengan rantai ke langit-langit di bagian pergelangan tangannya selama 50 hari sampai mereka mengira dia sudah mati.

Baakar dan pasiennya itu termasuk di antara ribuan orang yang dipenjara oleh milisi Houthi selama perang sipil melanda Yaman. Banyak dari mereka, menurut penyelidikan Associated Press (AP), telah mengalami penyiksaan ekstrem. Wajah mereka dihancurkan dengan tongkat, pergelangan tangan atau alat kelamin mereka digantung selama berminggu-minggu, dan mereka dihanguskan dengan cairan asam.

AP berbicara dengan 23 orang yang selamat atau mengaku telah menyaksikan penyiksaan di penjara Houthi. Selain itu, AP juga memperoleh keterangan dari delapan kerabat tahanan, lima pengacara dan aktivis HAM, serta tiga petugas keamanan.

Salah satu mantan tahanan Houthi yang berbicara kepada AP adalah seorang guru sekolah dari kota utara Dhamar. Dia meminta agar dia diidentifikasi hanya dengan nama pertamanya, Hussein, karena dia khawatir akan keselamatan anggota keluarganya yang masih berada di wilayah pemberontak.

Hussein mengaku ditahan selama empat bulan 22 hari di sel bawah tanah Houthi. Dia ditutup matanya sepanjang waktu, tetapi terus menghitung hari dengan mengikuti waktu shalat. Selama ditahan, para sipir penjara memukulinya dengan tongkat besi dan mengatakan kepadanya bahwa dia akan mati.

Menurut para mantan tahanan lainnya, beberapa bulan pertama di penjara Houthi biasanya adalah hari yang paling buruk. Anas al-Sarrari turut mengenang perlahan-lahan koridor gelap di penjara Sanaa.

Kritikus 26 tahun itu sedang memakan jagung bakar ketika milisi bertopeng Houthi membawanya paksa pada suatu pagi, September 2015. Dia ingat saat itu ia digantung di pergelangan tangannya selama 23 jam di langit-langit ruang interogasi yang pengap. 

Mati rasa merenggut jari-jarinya, lengannya, dan sebagian besar tubuhnya. Borgolnya mulai mengiris pergelangan tangannya dan dia mencoba untuk beristirahat dengan bertumpu dengan jari kakinya.

“Kematian pastilah kurang menyakitkan daripada penyiksaan tanpa henti ini. Satu jam lagi seperti ini dan aku akan mati," ujar al-Sarrari.

Sipir penjara membuka borgolnya dari langit-langit selama beberapa jam setiap hari, ketika dia diberi roti keras dan sepiring sayuran serta nasi kotor yang dipenuhi dengan kecoak. Ketika mereka memberinya yoghurt, dia bisa melihat tanggal yang tertulis di wadah dan menandai berlalunya waktu.

"Ibu saya bahkan tidak tahu apakah saya masih hidup atau sudah mati," ungkapnya.

Dia tidak tahu berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh milisi Houthi untuk melepaskannya dari langit-langit dan kemudian membuangnya di koridor. Dia mencoba berdiri tetapi tidak bisa menarik tubuhnya. "Mungkin saya di surga? Mungkin itu mimpi buruk?" kata dia.

Pada siang hari, dia mencoba lagi untuk bergerak, tetapi gagal. Para milisi menyeretnya ke dalam sel. Baru kemudian dia menyadari bahwa dia telah lumpuh. Dia tidak punya orang untuk diajak bicara, tidak ada yang membawanya ke kamar mandi. Dia buang air kecil dan buang air besar seperti bayi yang baru lahir.

Penjaga terkadang membawanya keluar untuk bersih-bersih dan mengembalikannya ke sel yang kotor, tempat dia sering membenturkan kepalanya ke dinding dengan putus asa. Setelah empat bulan, mereka membersihkannya dan membebaskannya.

Al-Sarrari menunjukkan salinan catatan medisnya. Dia sekarang menggunakan kursi roda dan percaya bahwa tujuan penyiksaan dan pembebasannya adalah untuk mengirim pesan kepada orang lain yang mungkin ingin mengkritik Houthi.

"Melihat orang-orang cacat, keluar dari penjara setelah penyiksaan yang berlebihan akan membuat takut semua orang: Lihat, ini akan terjadi pada Anda jika Anda mengkritik," kata dia.

The Abductees' Mothers Union, sebuah asosiasi kerabat tahanan perempuan yang dipenjara oleh Houthi, telah mendokumentasikan lebih dari 18 ribu tahanan dalam empat tahun terakhir. Menurut Sabah Mohammed, perwakilan asosiasi itu kota Marib, terdapat 1.000 kasus penyiksaan di jaringan penjara rahasia Houthi. Asosiasi tersebut mengatakan, sedikitnya 126 tahanan telah meninggal karena siksaan sejak Houthi mengambil alih ibu kota Sanaa pada akhir 2014Masjid, puri-puri kuno, akademi, klub, dan struktur sipil lainnya telah berfungsi sebagai fasilitas penghentian pertama bagi ribuan tahanan sebelum mereka dipindahkan ke penjara resmi. The Abductees' Mothers Union menghitung, di Sanaa terdapat 30 fasilitas semacam ini.

Para pemimpin Houthi sebelumnya telah membantah bahwa mereka terlibat dalam aksi penyiksaan, meskipun mereka tidak menanggapi permintaan AP untuk berkomentar dalam beberapa pekan terakhir. Kementerian Hak Asasi Manusia Houthi mengatakan dalam sebuah pernyataan di akhir 2016 bahwa tidak ada kebijakan atau penyiksaan sistematis terhadap tahanan.

"Kementerian dan jaksa bekerja untuk memastikan hak-hak para tahanan dan memberikan semua jaminan hukum untuk mencapai keadilan," ujar kementerian itu.

Houthi muncul pada 1990-an sebagai gerakan keagamaan Syiah. Kelompok ini berubah menjadi milisi bersenjata pada 2004, ketika militer Yaman di bawah kepemimpinan Presiden Ali Abdullah Saleh membunuh pendiri mereka, saudara laki-laki pemimpin saat ini, Abdel-Malek al-Houthi.

Saleh kemudian melawan pemberontakan Houthi selama enam tahun. Ribuan orang tewas di kedua belah pihak sebelum mencapai gencatan senjata, hanya beberapa bulan menjelang pemberontakan Arab Spring 2011 yang mengakhiri kekuasaannya.

Let's block ads! (Why?)


https://ift.tt/2QFivfn
December 08, 2018 at 03:32PM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2QFivfn
via IFTTT
Share:

0 Comments:

Post a Comment