Wednesday, December 12, 2018

Ponpes Al Ittifaq Pemasok Sayuran ke Pasar Modern

Perlu waktu 23 tahun agar produknya bisa menembus pasar modern.

REPUBLIKA.CO.ID, Gubernur Jawa Barat Ridwal Kamil meluncurkan Program One Pesantren One Product (OPOP), di Pondok Pesantren Al Ittifaq Kampung Ciburial Desa Alam Endah, Rancabali, Kabupaten Bandung, Rabu (12/12). Program ini, diluncurkan di Pondok Pesantren (Ponpes) Al Ittifaq, karena dinilai paling siap untuk menjalankan program OPOP ini.

Ridwan Kamil mengatakan, OPOP merupakan salah satu program 100 hari kerja dirinya dan Wakil Gubernur Jabar Uu Ruzhanul Ulum. Konsepnya, tak jauh berbeda dengan program satu desa satu perusahaan yang ia janjikan saat kampanye. 

"Intinya sama memberdayakan dalam lingkungan keumatan Islam khususnya bagaimana pesantren ini bisa berdaya tanpa harus mengandalkan donasi dari orangtua siswa atau pemerintah," ujar Ridwan Kamil yang akrab disapa Emil, Rabu (12/12). 

Emil menjelaskan, program OPOP ini bertujuan untuk mendorong pesantren di Jawa Barat lebih mandiri. Program ini, sebagai upaya untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat untuk program ekonomi keumatan. Tujuan besarnya, program ini yakni untuk  pengembangan ekonomi keumatan dapat mengikis angka gini rasio serta menekan aktivitas urbanisasi. 

"Gabungan ini ujungnya adalah baik pesantren atau desa akan mengurangi gini rasio dan ketimpangan desa dan kota yang masih ada. Nah diharapkan gagasan ini akan berbuah pada peningkatan kesejahteraan desa, mengurangi migrasi dan ketimpangan," papar Emil.

Menurut CEO Koperasi Pesantren Al Ittifaq, Setia irawan, saat ini sekitar 70 pesantren sudah bergerak di bidang pertanian. Banyak pesantren memilih pertanian karena potensinya memang ada di pertanian

"Ini jadi konsen pesantren. Ketika pesantren melahirkan santri, apakah semuanya akan menjadi ulama, kan tidak," ujar Setia.

Oleh karena itu, pesantrennya berpikir untuk mengembangkan produk yang bisa menjadai matapencaharian semua santri. Memang, perlu waktu 23 tahun agar produknya bisa menembus pasar modern.

"Kami memulai pertanian ini sejak tahun 1970, baru di 1993 akhirnya bisa memasukan produk ke supermarket yang ada di Indonesia," katanya.

Setia bersyukur, sekarang Pondok Pesantrennya sudah menjadi supplier ke semua supermarket yang di Bandung dan Jakarta. Kunci kesuksesannnya, Al Ittifaq membagi petani dalam 9 kelompok tani yang terdiri dari 270 orang petani binaan dan 130 hektare lahan garapan.

"Yang menarik, semua petani santri alumni Al Ittifaq. Jadi, sistem pola tanam dan budidaya sesuai dengan Standar Operasi Prosedure (SOP) yang diterapkan," katanya.

Setia menjelaskan, pihaknya pun menerapkan budaya pesantren dalam mengelola pertanian. Yakni, santri akan manut dan mengikuti apa yang dikatakan Kiai.

"Dengan budaya pesantren ini, sehingga kamu bisa memenuhi kualitas dan kuantitas yang diperlukan oleh supermarket," katanya.

Untuk menyuplai sayuran ke supermarket, kata dia, yang paling harus dijaga adalah kontinuitas. Jadi, di pesantrennya setiap hari ada yang menanam dan setiap hari ada panen.

"Omzet per bulan sampai Rp 300 juta. Ini baru bisa memenuhi 30 persen permintaan dari supermarket ke kami. Jadi, permintaan dari supermarket masih banyak yang belum kami penuhi," katanya.

Sebenarnya, kata Setia, masih banyak pihak yang meminta untuk disuplai sayuran karena dinilai Al Ittifaq sudah memiliki kualitas bagus. Tapi, ada sistem transaksi yang tak adil. Yakni, pengiriman harus dilakukan setiap hari, tapi pembayaran baru dilakukan pada hari ke-21

"Jadi ada term of payment. Bagi kami lebih senang pembayaran dengan jangka waktu yang lebih pendek. Makanya kami bekerja sama dengan perbankan baik dengan bank nasional maupun Bank Indonesia," kata Setia seraya mengatakan ada kebijkan yang dikeluarkan BI dimana pembayaran dari setiap tanggal 21 menjadi tanggal 5.

Setia berharap, produksi pertaniannya bisa didistribusikan lebih luas lagi. Ia optimistis, karena dalam waktu dekat akan ada penandatanganan MoU untuk mengirimkan sayuran ke Supermarket yang ada di Jabodetabek. Saat ini, Al Ittifaq menjual 126 item produk ke supermarket 126 dengan 60 jenis sayuran. Di antaranya, ada jagung kupas, jagung, kulit dan lainnya.

"Kendala untuk mengembangkan bisnis pertanian ini, kalau bicara pemenuhan permintaan pasar bukan hanya term of payment, tapi kita harus menanam apa di setiap daerah," katanya.

Dengan jejaring antar pesantren, kata dia, diharapkan pesantren Al Ittifaq bisa mambantu menyalurkan produk pesantren lain. Sehingga, nantinya  bisa membentuk holding dengan pesantren lain dan bisa menggerakan ekonomi pesantren.

"Ya kami diminta oleh Pa Emil untuk menjadi komandan produk pertanian dan sayuran. Kalau kami yang memimpin nanti bukan hanya di hulu di budidaya tapi di proses marketingnya diintegrasikan," katanya.

Dikatakan Setia, pesantrennya pun siap untuk berbagi ilmu pertanian dengan pesantren lain yang ada di Jabar. Karena, selama ini pihaknya memang sudah membuat kelas-kelas pertanian. Bahkan, sebelum ada program OPOP, pesantrennya sudah menjadi pusat pelatihan pertanian berbasis pesantren.

"Ke depan dengan adanya program OPOP ini, kami akan menyinergikan budidaya dengan teknologi kekinian. Karena, di Jepang teknologi pertaniannya sudah sangat canggih," katanya. 

Let's block ads! (Why?)


https://ift.tt/2UB5DGi
December 12, 2018 at 04:07PM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2UB5DGi
via IFTTT
Share:

0 Comments:

Post a Comment