REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sepanjang tahun 2018, Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Polri menungkap ribuan kasus narkotika dengan ribuan tersangka. Namun, hanya puluhan kasus pengungkapan narkoba yang dikembangkan ke perkara Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Berdasarkan data BNN, terdapat 914 kasus narkotika/prekursor narkotika yang melibatkan 1.355 orang tersangka di tahun 2018. Dari jumlah tersebut, hanya ada 53 pengungkapan kasus TPPU yang melibatkan 70 orang tersangka dengan total aset Rp 229 miliar.
Sementara, Polri mengungkap kasus narkotika/prekursor narkotika sebanyak 33.060 kasus dengan jumlah tersangka 43.320 orang. Dari jumlah sebanyak itu, pengembangan perkara TPPU hanya ada di tujuh kasus dengan jumlah tersangka delapan orang, dengah jumlah kerugian yang belum terhitung.
Kepala Bagian Humas BNN Komisaris Besar Sulistiandriatmoko menjelaskan, perkara TPPU tidak bisa diusut dalam setiap kasus pengungkapan narkotika. Harus ada penelusuran aset dan keterkaitan aset itu dengan kejahatan narkoba yang menjadi petunjuk penyidikan ke arah TPPU. "Itu sungguh tidak gampang," kata Sulistiandriatmoko, Selasa (25/12) malam.
Menurut Sulistiandriatmoko, para pelaku narkoba, utamanya Bandar, sudah sangat rapi dalam mengatur bagaimana manajemen keuangan dan melakukan teknik pencucian uang hasil transaksi narkoba. Hal tersebutlah yang mempersulit penyidik BNN, hingga Polri dalam mengusut unsur TPPU kasus narkoba.
Adapun upaya yang dilakukan penyidik, kata Sulistiandriatmoko adalah dengan menelusuri anggota jaringan yang biasanya berperan mengatur keuangan. Namun, ketika dalam rekening pengatur keuangan itu tidak ditemukan petunjuk, maka pengusutan TPPU pun terhenti.
"Misal kita mencurigai satu rekening, tapi rekening itu benar benar bersih tidak terkait dengan jaringan bandar ya tidak bisa diapa-apakan rekening itu," ujar Sulistiandriatmoko.
Tetapi, lanjut dia, bila ada petunjuk bahwa suatu rekening pernah tersangkut dengan transaksi yang menjurus pada bandar, mak rekening itu masih bisa didalami ke arah TPPU. Adapun pihak yang memegang andil besar dalam peran penelusuran transaksi tersebut adalah Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
"Kita kalau tidak didukung PPATK tidak akan bisa mengungkap siapa orang itu kegiatannya fiktif atau tidak, kan layering placement bukan sesuatu yang mudah ditelusuri, modus-modus TPPU itu," jelas Sulistiandriatmoko.
Maka itu, jumlah pengungkapan TPPU oleh BNN maupun Polri masih sangat minim. "Jadi menurut saya pengungkapan 53 kasus TPPU ( oleh BNN) dalam satu tahun itu prestasi," ujar Sulistiandriatmoko.
Sulistiandriatmoko menambahkan, ke depannya BNN pusat harus lebih memberdayakan BNN Provinsi, kota atau kabupaten untuk turuy mengusut ke arah TPPU, sesuai instruksi Kepala BNN Komjen Heru Winarko. Hal ini dilakukan dengan pemberian pelatihan pada petugas BNN di daerah, dengan pembekalan penyidikan ke arah TPPU.
Selama ini, penyidikan ke arah TPPU dilakukan oleh pusat karena terbatasnya sumber daya penyidik. "Padahal yang di provinsi juga potensial, ada TPPU-nya juga. Tapi mau tidak mau karena keterbatasan kemampuan ya dibiarkan saja begitu," ujar Sulistiandriatmoko.
Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Polisi Eko Daniyanto juga menyampaikan, kepolisian masih terus berusaha mengupayakan mengusut TPPU dalam pengungkapan narkoba. Jumlah pengusutan TPPU dalam kasus narkoba pun diakui minim.
"Saya sudah perintahkan penyidik, sesuai arahan Kabareskrim sekarang dan ke depan harus mengusut ke arah TPPU itu, sebisa mungkin," ujar Eko Daniyanto.
Dari seluruh kasus yang diungkap, BNN mengidentifikasi di tahun 2018 ada 83 jaringan sindikat narkoba, sedangkan pada tahun 2017 sebanyak 99 jaringan. Banyaknya kasus dan jumlah barang bukti yang diungkap merupakan koordinasi BNN dengan instansi terkait baik TNI, Polri dan Bea Cukai.
http://bit.ly/2QNtowK
December 25, 2018 at 09:00PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2QNtowK
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment