REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masyarakat diminta untuk selalu mewaspadai tawaran investasi berkedok koperasi yang kembali marak dalam beberapa waktu terakhir. Investasi berkedok investasi ini menjadi salah satu bentuk penipuan pada era digital.
"Bentuk penipuan di era digital sekarang ini harus diwaspadai. Pasalnya, di era digital ini diyakini akan terus bermunculan orang-orang yang manfaatkan kesempatan tersebut," kata Deputi Bidang Pengawasan Kementerian Koperasi dan UKM Suparno pada acara Forum Diskusi bertema Waspada Penipuan Berkedok Koperasi, di Jakarta, Selasa (4/12).
Untuk mengatasi ini, kata Suparno, Kemenkop dan UKM sudah mengeluarkan 10 aturan yang dijadikan sebagai landasan pengawasan koperasi di Indonesia. "Secara aturan hukum sudah lengkap. Begitu pula dengan Satgas Pengawas Koperasi yang kita bentuk di daerah," kata Suparno.
Suparno pun meminta masyarakat yang merasa dirugikan oleh praktik penipuan tersebut untuk segera melapor ke pihak berwajib atau kepolisian. "Kita akan tahu ada penipuan kalau ada laporan dari masyarakat. Biasanya, kita tahu itu semua juga dari media massa. Karena, inti dari pengawasan ini adalah perlindungan terhadap masyarakat dan gerakan koperasi di Indonesia, dari praktik penipuan investasi berkedok koperasi," kata Suparno.
Karena itu, lanjut Suparno, pengelola koperasi sudah disyaratkan untuk memiliki standar kompetensi dalam bentuk sertifikat dalam melakukan kegiatannya. "Ada sanksi administrasi dari sisi koperasinya, bisa sampai dicabut izin usahanya. Mekanisme pembentukan koperasi juga harus diperkuat. Jangan sampai badan hukum koperasi itu cacat sejak lahir," kata Suparno.
Sementara itu, Ketua Satgas Waspada Investasi OJK Tongam Lumban Tobing mengungkapkan, maraknya investasi bodong berkedok koperasi tak lepas dari kesalahan masyarakat sendiri. Masyarakat mudah tergiur dengan penawaran produk investasi berbunga tinggi.
"Mereka ingin cepat kaya, sehingga tak lagi menggunakan logika yang sehat untuk menilai suatu produk investasi berbunga tinggi. Jadi, masalahnya ada di masyarakat yang begitu mudah tergiur. Intinya, mereka serakah," kata Tongam.
Selain itu, lanjut Tongam, tingkat pemahaman masyarakat terhadap koperasi masih rendah. "Mereka belum bisa membedakan mana koperasi yang benar-benar koperasi, mana koperasi bodong yang abal-abal," kata Tongam.
Kendati demikian Tongam memaklumi masyarakat tertipu praktik koperasi bodong tersebut. Pasalnya, banyak koperasi bodong yang melibatkan tokoh agama, kepala daerah, hingga artis, dalam memasarkan produk investasinya.
"Foto para tokoh itu dipajang di kantor mereka untuk mengelabui masyarakat. Padahal, saya jamin, para tokoh itu tidak tahu-menahu nama mereka dipakai koperasi bodong sebagai gimmick marketing untuk menghimpun dana dari masyarakat tanpa batas. Banyak kasus seperti itu," ujar Tongam.
Tongam juga mengakui, banyak yang berpraktik Koperasi Simpan Pinjam (KSP) namun tidak memiliki izin pendirian KSP. "Solusinya, harus ada pengawasan periodik, persyaratan untuk menyampaikan laporan keuangan secara berkala, dan perlu dilakukan inovasi untuk mengikuti perkembangan era digital. Kita harus menyadari, pelaku lebih canggih dari aturan yang ada. Oleh karena itu, pemerintah perlu tindakan preventif," kata Tongam.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua KSP Nasari Sahala Panggabean menyebutkan, nama KSP Nasari pernah digunakan oknum tak bertanggung jawab untuk melakukan penipuan online (melalui SMS Blast dan WhatsApp) dengan menyebarkan informasi kepada pemilik nomor ponsel. "Oknum menawarkan kemudahan memperoleh pinjaman kepada korban tetapi lebih dahulu korban harus mentransfer biaya administrasi dengan jumlah tertentu sebagai syarat pencairan pinjaman," ungkap Sahala.
Sahala menambahkan, keengganan masyarakat mencari kebenaran informasi yang diterima tersebut akan dimanfaatkan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab untuk memperoleh keuntungan tertentu dengan melakukan penipuan. "Saat kita sedang lengah, kita bisa terkena penipuan online," jelas Sahala.
Sahala pun mendorong korban untuk melaporkan penipu kepada pihak berwajib. KSP Nasari juga memproteksi diri dengan memasang pengumuman yang menyatakan tidak ada pelayanan simpanan dan pinjaman secara online.
"Kita juga menyediakan Call Center dan website resmi yang memberi segala informasi terkait Nasari. Saya juga mendorong Kemenkop UKM dan Dekopin proaktif melakukan literasi dan edukasi, termasuk iklan layanan masyarakat," kata Sahala.
https://ift.tt/2KWmvDi
December 04, 2018 at 07:01PM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2KWmvDi
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment