REPUBLIKA.CO.ID, SANAA -- Gencatan senjata yang diinisiasi PBB berlaku pada Selasa tengah malam di Kota Pelabuhan Al-Hudaydah di tepi Laut Merah, Yaman.
Gencatan senjata antara pasukan propemerintah dan gerilyawan Al-Houthi, berlaku setelah kesepakatan dicapai pekan lalu di Stockholm, Swedia.
Juru Bicara Al-Houthi Mohammed Abdul-Salam juga menggarisbawahi komitmen gerilyawan milisi Syiah itu bagi kesepakatan tersebut.
Ia mengatakan gencatan senjata akan menuju pada berakhirnya operasi militer di Al-Hudaydah serta berhentinya pertempuran di Taiz di bagian barat-daya negeri tersebut.
Pertempuran antara kedua pihak telah berkecamuk pada hari sebelumnya di Al-Hudaydah, pintu masuk penting bagi bantuan kemanusiaan.
"Suara ledakan keras terdengar di seluruh permukiman di bagian selatan kota itu," kata sumber militer yang tak ingin disebutkan jati dirinya karena pembatasan untuk berbicara dengan media.
Baca juga, 150 Milisi Houthi Dilaporkan Tewas.
Sumber tersebut mengatakan gerilyawan Al-Houthi mengebom posisi pasukan pemerintah di kota itu. "Gerilyawan Al-Houthi sangat ingin merusak setiap kesepakatan gencatan senjata," kata sumber tersebut.
Sementara itu, stasiun televisi pro-Al-Houthi, Al-Masira, mengatakan pasukan pemerintah telah menggempur permukiman di bagian selatan Al-Hudaydah.
Menurut lembaga penyiaran tersebut, empat orang, termasuk seorang anak kecil, cedera dalam serangan. Kamal Abdul Ghani, seorang warga lokal, mengatakan bentrokan berkecamuk di kota tersebut sejak Ahad larut malam.
"Walaupun kerusuhan berhenti pada pagi ini. Kerusuhan meletus lagi," katanya.
Menteri Luar Negeri Yaman Khalid Al-Yamani sebelumnya mengatakan gencatan senjata yang diperantarai PBB antara pasukan pemerintah dan gerilyawan dijadwalkan berlaku di Al-Hudaydah pada Selasa pagi.
PBB diharapkan memimpin upaya bantuan melalui pelabuhan itu mencapai penduduk yang dirundung pertempuran di seluruh negeri tersebut.
Yaman terjerumus ke dalam perang saudara pada 2014, ketika gerilyawan Syiah Al-Houthi menguasai sebagian besar wilayah negeri itu, termasuk ibu kotanya, Sana'a. Hal itu memaksa pemerintah untuk menyelamatkan diri ke dan hidup di pengasingan di Arab Saudi.
Setahun kemudian, Arab Saudi dan beberapa sekutu Arabnya melancarkan serangan udara gencar dengan tujuan memutarbalikkan apa yang telah diraih oleh gerilyawan Al-Houthi.
https://ift.tt/2ECzrxI
December 18, 2018 at 03:40PM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2ECzrxI
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment