Thursday, December 6, 2018

Merdunya Kumandang Azan di Palau

Meski jumlahnya masih sedikit, Muslim Palau giat menyuarakan syiar Islam.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lantunan azan menggema dari sebuah masjid sederhana di kota Koror, Palau. Ukurannya tak luas apalagi berarsitektur indah, mungkin hanya bisa disebut ruang ibadah atau mushala ketimbang sebuah masjid.

Meski demikian, bangunan ini merupakan satu-satunya tempat ibadah umat Islam di kota terbesar di Palau tersebut, dan satu dari dua masjid di negara Pasifik tersebut.

Begitu azan berkumandang, kaum Muslimin pun berbondong-bondong menyusuri jalan sempit melalui hutan, mendatangi sumber suara.

Bersarung dan berkopiah, mereka ingin beribadah di masjid yang beratapkan seng dengan menara pohon kelapa tersebut. Di tempat sederhana namun mulia inilah, mereka biasa berkumpul dan mengkaji ajaran Islam di tengah masyarakat non-Muslim yang mendominasi negeri ini.

Republik Palau boleh jadi terasa asing di telinga kita. Padahal, negara kepulauan ini tak jauh dari Indonesia. Ia berada di timur Filipina atau sebelah utara Papua Nugini. Jaraknya hanya 255 kilometer dari Maluku Utara dan 500 kilometer dari Sulawesi Utara. Negara dengan luas hanya 458 kilometer persegi ini memiliki delapan pulau utama dan lebih dari 200 pulau kecil.

Sebelumnya, Palau merupakan bagian dari Negara Federasi Mikronesia. Meski kemerdekaan negara ini telah diajukan ke PBB pada 1978, negeri ini baru resmi merdeka pada 1994. Palau, yang juga kerap disebut Belau atau Pelew, pun masuk dalam jajaran negara republik termuda dan terkecil di dunia.

Negara eksotik ini menjadi rumah nyaman bagi 500 Muslim yang hampir semuanya adalah orang-orang Bengali, yakni kelompok etnik dari Bangladesh dan India. Mereka bermigrasi ke Palau untuk mencari pekerjaan.

Mereka mendarat di  wilayah terpencil yang damai itu sejak belasan tahun lalu. Sedangkan penghuni asli Palau adalah orang-orang beretnik Mikronesia. Lebih dari setengah populasi negara tersebut menganut agama Katolik Roma.

Kelompok agama lain yang juga eksis di antaranya Kristen Protestan, Mormon, serta agama lokal Modekngei yang menggabungkan animisme tradisional dan praktik Kristen. Sebanyak 1.800 penduduk menganut kepercayaan tradisional Modekngei tersebut.

Meski merupakan pendatang dan kaum minoritas, Muslimin di Palau sangat gencar melancarkan syiar Islam. Apalagi, pemerintah setempat memberikan kebebasan beragama bagi rakyatnya. Karena itu, meski hanya memiliki dua masjid, para Muslimin Palau tetap giat melaksanakan kegiatan keislaman, baik secara harian, mingguan, maupun tahunan.

"Kami  memiliki program mingguan dengan mengundang beberapa orang untuk berceramah. Sedangkan setiap bulan di Jumat ketiga, siapa saja yang memiliki waktu luang, biasa tinggal di masjid mulai dari Jumat bakda Maghrib sampai Senin. Ini disebut Nazam. Namun, karena tempatnya kecil, kami tak bisa menggelar banyak kegiatan," ujar Moqbul Husain, salah satu pengurus masjid di Koror.

Beberapa dari mereka  kemudian membentuk komunitas Muslim Bangladesh. Mereka  kerap menggelar perayaan hari-hari besar Islam, seperti Lebaran dan Ramadhan. Di hari-hari besar itu, terkadang mereka mengundang tokoh Muslim dari negara tetangga, seperti Filipina, Indonesia, hingga Pakistan dan India. Mereka sangat senang jika ada tokoh Muslim mancanegara yang hadir di sana.

Presiden Asosiasi Muslim Palau, Mohi Uddin, mengatakan warga Muslim berdarah Bangladesh di Palau sering berkumpul melakukan kegiatan sosial, seperti membersihkan lingkungan. "Kami ingin melakukan darmabakti bagi Palau dan rakyat Palau.''

Let's block ads! (Why?)


https://ift.tt/2Ekasiu
December 06, 2018 at 04:26PM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2Ekasiu
via IFTTT
Share:

0 Comments:

Post a Comment