REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Karta Raharja Ucu
Ina Susilowati paham betul bagaimana rasanya manfaat dari gas bumi milik PT Perusahaan Gas Negara (PGN) tbk. Selama puluhan tahun tinggal di Rumah Susun Klender, perempuan 33 tahun ini sudah menjadi pelanggan PGN sejak ia menempati rumah susun tersebut pada 1974.
"Dari mulai brojol ya orang tua saya sudah jadi pelanggan PGN," kata Ina membuka pembicaraan saat ditemui Republika.co.id, Rabu (12/12).
Rumah susun Klender merupakan proyek pertama Perum Perumnas. Sejak dibangun, perum Perumnas menyediakan berbagai fasilitas untuk calon penghuninya, salah satunya gas bumi.
Ina menceritakan, sejak kecil ia sudah dibuat nyaman dengan pelayanan PGN. Jika pada empat dekade silam rakyat Jakarta masih tergantung dengan minyak tanah untuk memasak, kata Ina, penghuni rumah susun tidak pernah khawatir jika minyak tanah langka di pasaran.
"Selama ini pasokan gas tidak pernah bermasalah. Aman," ucap dia.
Bahkan, ketika pemerintah membuat kebijakan konversi minyak tanah ke LPG tiga kilogram, Ina dan penghuni rumah susun lainnya tidak menerima dampaknya. Ina yang tinggal di lantai 4 mengaku tidak pernah pusing memikirkan langkanya minyak tanah atau gas di pasaran. Ia pun mengaku tidak pernah repot-repot mengangkat-ngangkat tabung gas.
Ina mengungkapkan keuntungan lainnya menjadi pelanggan PGN. Ibu satu anak ini merawikan pernah membuka usaha makanan matang. Saban hari ia harus bangun pukul 03.00 untuk memasak, sebelum dijual pada pagi harinya. "Coba kalau saya pakai gas tabung, bagaimana repotnya. Kalau gasnya habis, mau cari di mana coba jam tiga pagi?" ucap dia.
"Untungnya, kata Ina melanjutkan, "di rumah saya sudah terpasang gas PGN, jadi tidak perlu khawatir kehabisan gas."
Pengalaman lainnya juga sempat ia rasakan ketika ada kebocoran tabung. Ia menceritakan bagaimana cepatnya pelayanan PGN. "Waktu itu sih setelah lapor, ada petugas yang datang ke rumah. Setelah dicek, kebocoran di pipa, dan langsung diperbaiki. Pelayanan cepet banget. Selain itu gas ini juga aman, jadi saya da keluarga merasa nyaman meski sudah puluhan tahun," ujar Ina yang mengaku bersyukur bisa menjadi pelanggan PGN secara otomatis.
"Kalau orang-orang Perumnas (Klender) kan mereka kalau tidak salah harus mengajukan permohonan untuk masang gas itu sama PGN. Kalau kami penghuni rusun ya tidak perlu."
Tak hanya pelayanan terbaik yang dirasakan Ina. Ia dan keluarganya juga tidak pernah memusingkan soal tagihan. "Ramah sama kantong. Tagihan gas saya paling mahal Rp 60 ribu sebulan. Itu juga pas masih usaha makanan. Sekarang-sekarang paling Rp 30 ribu," ucap Ina yang mengaku juga dipermudah dalam membayar tagihan.
"Paling biasanya lewat ATM atau ke Indomaret."
Pelanggan PGN lainnya yang merasakan manfaat murahnya tarif gas adalah Tindjung. Perempuan berusia 73 tahun ini mengaku bahagia menjadi pelanggan PGN. Bagaimana tidak, dalam satu bulan, Tindjung mengaku hanya membayar Rp 40-60 ribu. "Padahal itu ibu sering masak. Pagi masak, siang masak, kadang sore masak ngengetin makanan. Anak-anak juga sering masak kalau malam," kata Tindjung.
Warga Jalan Nusa Indah II, Perumnas Klender ini menuturkan, dulu sebelum menjadi pelanggan PGN ia cukup tersiksa memakai minyak tanah dan gas tabung untuk keperluan memasak. Sebab, ia dan keluarganya harus pandai-pandai menghemat isi tabung gas yang harganya kian hari kian mahal.
Tindjung mengaku dulu memakai gas tabung ukuran 12 kilogram. Dengan harga gas tabung yang terus naik, sementara minyak tanah kian langka dan tak lagi murah, pensiunan pegawai negeri sipil ini pun harus putar otak mengatur pos pengeluaran dapur.
Ia menceritakan almarhum suaminya sekitar pertengahan 1990-an, pernah mengajak para tetangga satu gang menjadi pelanggan PGN. Saat itu ada yang menawarkan dari petugas PGN. Dalam satu gang, kata dia, minimal harus ada 10 calon pelanggan.
"Tapi saat itu hanya terkumpul delapan orang. Mereka takut bocor dan meledak. Padahal dulu biaya pemasangan masih murah karena dikasih subsidi sama PGN," imbuh perempuan yang memiliki empat anak ini.
Pada awal tahun 2000-an, harga gas yang kian menanjak membuat Tindjung kembali mengajukan diri menjadi pelanggan PGN. Kali ini banyak tetangganya yang juga ikut mengajukan diri menjadi pelanggan PGN lantaran satu alasan yang sama.
"Gas makin mahal saat itu. Tapi saya tidak lagi dapat promo besar seperti tawaran pemasangan pertama. Kalau tak salah bayar Rp 800 ribu, itu udah termasuk pemasangan pipa, meteran, sampai terpasang di kompor gas," kata perempuan berdarah Jawa Tengah ini.
Meski cukup mahal, Tindjung mengaku tidak keberatan. Toh, ia mengaku memang sudah lama ingin menjadi pelanggan PGN. "Apalagi biaya pemasangan bisa dicicil," ucap dia.
Lalu saat Republika.co.id bertanya mengapa memilih menjadi pelanggan PGN, nenek empat cucu ini berujar, "alasannya banyak. Selain gak takut gas bocor, juga hemat. Murah juga."
Tindjung pun dengan nada mantap memberikan kesannya selama puluhan tahun menjadi pelanggan PGN. "Senanglah. Dulu waktu masih pakai kompor minyak tanah, panci jadi pada item. Baju di jemuran pada bau kena asep. Apalagi dapur jadi kotor. Belum lagi bahaya kebakaran karena minyak gampang terbakar."
Ketika memakai gas tabung pun Tindjung mengaku kesulitan lantaran harus mengangkat-angkat tabung yang berat. Apalagi saat gas di tabung habis, sementara anak-anaknya tidak ada di rumah. "Kalau pakai gas alam begini, tinggal putar tuas kompor, api langsung menyala. Aman dan saya nyaman tanpa khawatir meledak."
Selain itu memakai gas alam jauh lebih praktis karena ia tidak perlu repot-repot memasang tabung gas ke kompor. "Lebih praktis, biaya lebih murah, gak perlu khawatir kehabisan gas. Apalagi gas alam apinya biru, jadi masakan lebih cepat matang," ucap Tindjung.
Di kesempatan itu, Tindjung berharap jaringan pipa PGN bisa merambah hingga ke pelosok negeri. "Seperti anak saya yang tinggal di Cibitung. Dia berharap banget bisa jadi pelanggan PGN. Soalnya di sana gas tabung sering susah dicari."
Harapan Tindjung pun bakal terealisasi dalam waktu dekat. Mengingat Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberikan target kepada PGN untuk melakukan satu juta sambungan gas melalui program jaringan gas bumi (Jargas) baru mulai 2019. Target ini diberikan lantaran hampir rampungnya akuisisi PGN terhadap PT Pertamina Gas (Pertagas).
Direktur Utama PGN Gigih Prakoso menjelaskan, target tersebut disampaikan Kementerian ESDM pada awal proses integrasi PT PGN dengan Pertamina Gas (Pertagas) yang kini masih terus berlangsung. "Kementerian ESDM meminta mulai tahun depan dan selanjutnya ada satu juta sambungan baru melalui Jargas. Persoalannya hingga kini per tahun kami hanya mampu menambah 50 ribu sambungan baru," kata Gigih, Sabtu (10/11).
Meski target dan realisasi saat ini terpaut cukup jauh, Gigih menegaskan PT PGN yang mulai ia pimpin sejak September 2018 itu siap untuk menjawab tantangan pemerintah. Dia merincikan PGN telah memiliki strategi untuk merealisasikan target besar tersebut.
Gigih mengakui investasi Jargas membutuhkan biaya yang sangat besar, yang tidak mungkin hanya bergantung pada APBN. Untuk itu, ia menjelaskan akan mengembangkan skema kerja sama pemenrintah dengan badan usaha (KPBU) atau memberikan ruang kepada pihak swasta untuk terlibat aktif dalam pembangunan Jargas.
Selanjutnya, PGN juga mempertimbangkan untuk menjalin kerja sama business to business (B to B) dengan investor yang bersedia membiayai pembangunan Jargas. "Kami akan kembangkan skema KPBU dan B to B dengan investor," tuturnya.
Selain itu, Gigih juga menjelaskan PGN akan turut melibatkan berbagai BUMN Karya lainnya dalam menggarap proyek besar tersebut. BUMN Karya itu akan dilibatkan dalam menggarap proyek sesuai wilayahnya masing-masing.
"Proyek ini besar, kami akan melibatkan hampir semua BUMN karya-karya. Jadi nanti ada alokasi-alokasi pembagian secara wilayah BUMN karya untuk melaksanakan target ini," jelasnya.
Akan tetapi, di luar dari seluruh strategi yang telah disiapkan tersebut, ia mengatakan PGN membutuhkan regulasi yang jelas terkait target pembangunan satu juta Jargas kepada masyarakat hingga kalangan dunia usaha itu. Menurut dia, regulasi semacam peraturan presiden akan menjadi pijakan bagi PGN dalam merealisasikan target besar pemerintah itu.
Melengkapi Gigih, Direktur Infrastruktur dan Teknologi PT PGN Tbk Dilo Seno Widagdo menjelaskan pihaknya telah membuat draf Peraturan Presiden (Perpres) Jargas yang bermaterikan tentang kepastian pembangunan Jargas di Indonesia. Menurut dia, melalui perpres itu maka pembangunan Jargas oleh PGN akan lebih terarah.
"Pembangunan infrastruktur hari ini belum ada perencanaan. Misalnya seperti ini, di Dumai ada permintaan pembangunan 40 ribu Jargas baru, tapi kami tanya lokasinya, Pemda tidak tahu. Batam juga begitu, kami diminta bangun 15 ribu tapi kami sendiri yang cari masyarakatnya," katanya.
Diakui Seno, sosialisasi juga sangat sulit. PGN telah memastikan kepada masyarakat bahwa penggunaan gas sangat aman. Namun, masih banyak masyarakat yang menyangsikan hal tersebut.
Tak hanya itu, perizinan Pemda juga sangat sulit. "Masa kami bangun Jargas harus diminta IMB juga. Padahal pipa dalam tanah. Solusinya apa, kami buat draf Perpres di mana kami butuh kepastian," jelasnya.
Seno mengatakan, sejatinya PGN telah mempertimbangkan untuk membangun Jargas secara masif di Indonesia sejak lama. Namun selalu terbentur dengan aturan di daerah yang tidak pasti.
Sejauh ini, baru Kota Surabaya yang pemerintah setempatnya sangat mendukung gerakan Jargas karena memang untuk kepentingan masyarakat memperoleh gas bumi dengan harga sangat murah. Dia berharap langkah yang dilakukan seperti Surabaya bisa diterapkan oleh pemerintah daerah lainnya di Indonesia, setelah diterbitkannya Perpres pembangunan Jargas.
Lidya Indrawati ketika mendengar kabar PGN bakal melakukan satu juta sambungan gas melalui program Jargas senang bukan kepalang. Warga Cikarang ini berharap satu juta sambungan gas itu sampai ke Cikarang.
"Di sini saya terkadang kesulitan mencari gas tabung untuk keperluan memasak. Jadi sebagai langkah antisipasi, saya harus bilang ke pemilik warung ketika gas mau habis. Jaga-jaga kalau kehabisan," ujar Lidya.
https://ift.tt/2QYR00w
December 15, 2018 at 11:39PM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2QYR00w
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment