REPUBLIKA.CO.ID, PURWAKARTA -- 'Gorengan' isu agama, saat ini, terparah sepanjang sejarah demokrasi di Indonesia. Selain itu, isu agama yang digulirkan menjelang Pemilu 2019 ini tidak memiliki nilai yang berkualitas.
"Saat Pemilu sebelumnya, gorengan isu agama tidak sekencang saat ini. Karena itu, saya meminta kepada semua pihak untuk menghentikan (setop) menggoreng isu agama," ujar Ketua Tim Pemenangan Jokowi-Ma’ruf Jawa Barat, Dedi Mulyadi, kepada Republika.co.id, Senin (31/12).
Pernyataan ini, dia lontarkan, bukan tanpa sebab. Menurut mantan Bupati Purwakarta ini, narasi tata cara beragama yang menghiasi Pilpres kali ini sudah memasuki fase menggelikan. Bahkan, tak ada relevansi serta tidak berbobot.
Saat ini, publik terutama netizen ramai membicarakan pemimpin jadi imam shalat, kemudian tata cara wudhu dan baca Alquran. Pembahasan seperti itu, justru jadinya lucu. Sehingga, jika ini diteruskan, maka bangsa ini akan menjadi olok-olok bangsa lain.
Apalagi, lanjut Ketua DPD Golkar Jawa Barat ini, narasi praktik keagamaan tersebut sangat ramai dibahas di Pilpres 2019. Sejarah membuktikan, narasi tersebut tidak pernah ada dalam catatan Kepresidenan Republik Indonesia.
"Misal begini, saat salah satu kandidat menyatakan tidak sanggup menjalani tes baca Alquran, publik tertawa. Saya kira narasi ini harus segera dihentikan. Ke depan, akan berakibat kontraproduktif terhadap sejarah kebangsaan di Indonesia," ujarnya.
Awalnya, seluruh wacana praktik keagamaan calon Presiden 2019 ini tidak pernah ada. Wacana ini muncul seiring dengan ketidakpercayaan publik terhadap kadar keagamaan seorang Capres 2019.
Jika narasi soal ketidakpercayaan ini tidak digulirkan, dirinya menilai, tidak akan ada pembicaraan soal praktik keagamaan. Contoh sederhananya, masa calon pemimpin negara terlalu mengurusi bab wudhu, ngaji, dan shalat.
Karena itu,tegas Dedi, segera hentikan gorengan soal agama ini. Seharusnya, semua pihak bisa fokus pada visi, misi dan kinerja. Dia mengimbau, kepada seluruh stakeholder yang terlibat dalam Pilpres 2019 untuk mengalihkan isu ini menuju isu lain.
"Ya, fokus saja pada pembahasan visi dan misi para capres. Kemudian, lihat juga kinerja masing-masing personal capres dan cawapres untuk bangsa ini. Itu lebih produktif dan mencerdaskan dibanding membicarakan soal agama," ujar Dedi.
Ke depan, tatanan politik kebangsaan Indonesia harus terjaga. Nasionalisme harus dikedepankan. Kemudian, mimbar-mimbar kampanye harus terbebas dari narasi kemarahan dan kebencian.
http://bit.ly/2TlCLQW
January 01, 2019 at 04:26PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2TlCLQW
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment