Tuesday, January 1, 2019

IHSG di 2019 Masih Dibayangi Gejolak Ekonomi Global

Kebijakan The Fed terkait suku bunga akan memberi pengaruh terhadap pergerakan indeks

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada tahun ini diperkirakan masih akan dibayangi oleh sentimen negatif dari global. Diketahui sepanjang tahun 2018 IHSG terkoreksi 2,54 persen dan ditutup positif ke posisi 6.194,49 di akhir tahun.

Berikut beberapa sentimen global yang diperkirakan akan mempengaruhi kinerja IHSG di 2019:

1. Adanya potensi berlanjutnya perang dagang seiring sikap kedua petinggi negara, baik AS maupun Cina yang belum terlihat melunak. Sebelumnya pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden Cina Xi Jinping hanya menghasilkan penundaan  untuk  pengenaan tarif impor bagi keduanya hingga Maret. Hal ini menandakan masih adanya potensi pengenaan tarif impor lebih lanjut dan akan mempengaruhi perkembangan ekonomi global. Persepsi akan kekhawatiran melambatnya ekonomi global akan mempengaruhi secara psikologis pelaku pasar yang  pada akhirnya membuat aksi jual kerap  terjadi.

2. Rencana kebijakan The Fed untuk kembali menaikan suku bunganya. Pada 2018, The Fed telah menaikkan suku bunga sebanyak empat kali, sedangkan tahun ini Fed Fund Rate diperkirakan akan dinaikkan sebanyak dua sampai tiga kali.

3. Adanya silang pendapat antara Presiden  Trump yang didukung oleh Kubu Partai  Republik  dengan Partai Demokrat di dalam Kongres juga kemungkinan akan  terjadi. Belum lama  ini, Presiden Trump telah mengancam  akan melakukan government shutdown  jika keinginannya untuk mendirikan tembok pembatas antara AS dan  Meksiko tidak dituruti. 

Baca juga, IHSG Hadapi Berbagai Sentimen Negatif di 2018

"Bukan tidak mungkin, sikap keras  Presiden Trump ini akan terjadi pada  pengambilan kebijakan-kebijakan lainnya  yang pada akhirnya membuat pelaku  pasar bereaksi negatif," ujar Senior Advisor CSA Research Institute Reza Priyambada, dikutip dari hasil risetnya, Selasa (1/1).

4. Kondisi yang ada di Uni Eropa seperti Brexit, penyelesaian anggaran berbagai  negara Uni Eropa yang bermasalah, pertumbuhan ekonomi dan industri,  hingga langkah European Central Bank  (ECB) yang akan mulai mengurangi  program stimulusnya. Berbagai kondisi tersebut dapat mempengaruhi laju bursa  saham Eropa dan juga pergerakan nilai  mata uangnya. Bila Euro (EUR) melemah akan dimanfaatkan USD untuk terapresiasi sehingga dapat berimbas  negatif pada pergerakan mata uang Asia, termasuk rupiah. 

5. Perkembangan ekonomi Cina sering menjadi perhatian pelaku pasar mengingat Cina tidak hanya menjadi bagian dari  negara-negara  besar dan berpengaruh, juga  merupakan mitra  dagang utama Indonesia yang memiliki  nilai perdagangan terbesar di antara  negara-negara lainnya. Oleh  karena  itu,  bila sesuatu hal negatif terjadi pada ekonomi Tiongkok maka reaksi pelaku  pasar cenderung negatif. 

Let's block ads! (Why?)


http://bit.ly/2Sswgfa
January 01, 2019 at 04:47PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2Sswgfa
via IFTTT
Share:

0 Comments:

Post a Comment