REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pertumbuhan pembangunan fasilitas pengolahan pemurnian mineral atau smelter sepanjang 2018 masih didominasi dari tambang nikel. Menurut data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pembangunan smelter dari tahun 2014 sampai saat ini total mencapai 27 unit.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono, menyatakan sebagian dari jumlah tersebut sudah beroperasi seutuhnya. Smelter nikel merupakan yang terbanyak dengan jenis produk seperti fero nikel, nikel matte, dan nikel pig iron.
"Memang yang paling maju nikel, yang nomor dua ada potensi bauksit, besi, tembaga, timbal, seng masih kecil-kecil, zirkon tidak begitu besar, mangaan kecil-kecil," jelas Bambang dalam keterangannya, Sabtu (12/1).
Smelter nikel tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Smelter yang terbesar saat ini adalah smelter milik PT Vale Indonesia yang berada di Sorowaku, Sulawesi Tengah. Kapasitas input mencapai 8.000.000 ton per year (tpy) yang menghasilkan nikel matte berkapasitas 80.000 tpy.
Smelter terbesar kedua adalah milik Indonesia Guang Ching Nikel and Stainless Steel yang terdapat di Morowalu Sulawesi Tengah. Smelter ini berkapasitas 7.500.000 tpy.
Pada 2018, ada dua smelter yang dibangun, jumlah ini sesuai dengan target yang telah di tetapkan. Smelter tersebut dibangun oleh PT Virtue Dragon Nickel Industry dan PT Bintang Smelter Indonesia.
Ditjen Minerba Kementerian ESDM mencatat, produksi mineral tertinggi pada tahun 2018 adalah produk olahan nikel yang mencapai 744.751 ton disusul perak 285.290 ton, katoda tembaga 233.099 ton.
http://bit.ly/2FoUEeG
January 12, 2019 at 08:45PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2FoUEeG
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment