REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Solo mengenalkan upaya deteksi dini terhadap kesulitan belajar pada anak. Diskusi yang dibalut tema Peran Orang Tua dan Guru Dalam Mengatasi Kesulitan Belajar Anak di Era Milenial tersebut digelar di Aula Baitul Hikmah RS PKU Muhammadiyah Solo, Sabtu (1/12).
Ketua panitia acara, dokter Ayu Marganing Utami, mengatakan, kegiatan tersebut dalam rangka Milad RS PKU Muhammadiyah Solo. Tim Pendidikan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) mengundang masing-masing satu perwakilan orang tua murid dan guru dari 25 sekolah.
"Kami ingin lebih mengenalkan cara deteksi dini untuk kesulitan belajar pada anak seperti apa dilihat dari sisi medis dan psikologis," kata Ayu kepada Republika.co.id di sela-sela kegiatan tersebut.
Ayu menjelaskan, tema tersebut diambil karena era sekarang gawai sudah banyak sekali dan sangat menjamur bagi generasi muda. Sehingga kesulitan belejar itu bisa diatasi, agar generasi muda tidak terpengaruh dengan gawainya.
Dalam menyikapi keluhan mengenai kesulitan belajar pada anak, RS PKU Muhammadiyah menyediakan layanan konsultasi di Klinik Tumbuh Kembang Anak, Klinik Psikologi, serta Klinik Fisioterapi. Menurut Ayu, dari layanan konsultasi tersebut, kebanyakan kesulitan belajar dari faktor medis seperti gangguan tumbuh kembang, atau ada kelainan di otaknya atau mungkin IQ rendah.
"Ada masalah dari medis juga nanti diterapi ada layanan fisioterapi. Kemudian ada dari masalah psikologis kurang stimulasi faktor orang tua sibuk kerja, mungkin pembantu tidak banyak menstimulasi jadi ada keterlambatan bicara dan keterlambatan tumbuh kembang," kata Ayu.
Kegiatan tersebut menghadirkan dua narasumber yakni dokter spesialis anak, Rusmawati, dan psikolog, Rina Jayanti.
Rina Jayanti menjelaskan mengenai bagaimana memahami, mengenali dan memanajemen kesulitan belajar pada anak. Biasanya keluhan-keluhan yang datang ke tempat praktik seperti tidak fokus belajar, tidak bisa konsentrasi, lupa mengerjakan PR, tidak termotivasi serta ingin main gawai terus.
"Kita perlu tahu apa penyebabnya. Kebanyakan guru dan orangtua hanya melabel anak ini nakal, bodoh dan susah diatur," kata Rina.
Menurut Rina, perlu dilakukan asesment terhadap anak-anak tersebut. Dari asesment yang dilakukan akan diketahui diagnosanya seperti apa. Misalnya, anak tersebut disabilitas intelektual, disleksia atau ADHD. Kemudian bisa dilakukan intervensi yang tepat untuk menangani anak tersebut.
Dalam asesment akan dilihat tiga hal, antara lain interview dengan anak dan orangtua. Kemudian observasi untuk melihat aktivitas, serta tes psikologi untuk mengetahui kemampuan kognitif dan prediksi kemampuan belajar.
"Setelah kita melakukan asesment kita akan tahu kesulitan anak dimana. Dari tes psikologi misalnya kita tahu ada ganguan fokus, gangguan komprehensif atau gangguan visual motorik. Akan tahu mana yang kita intevensi," ucap alumnus Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) tersebut.
https://ift.tt/2E7pUON
December 02, 2018 at 05:18PM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2E7pUON
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment