REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU— Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak Kota Pekanbaru, Provisni Riau mencatat sebanyak 108 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di daerah itu sepanjang 2018.
"Jumlahnya mengalami peningkatan cukup besar dibandingkan jenis kasus yang sama 2017 lalu yang hanya 74 kasus dan 2016 sebanyak 63 kasus," kata Kepala Bidang Perlindungan Anak dan Perempuan, dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Pekanbaru, Sarkawi Datuak Mongguang Kayo, Jumat (16/3).
Menurut Sarkawi yang diwakili Koordinator Unit Layanan Perlidungan Perempuan dan Anak, Kota Pekanbaru Asmanidar SH, tindak kekerasan kekerasan terhadap perempuan dan anak di daerah ini meningkat tiap tahun, lebih karena memang kasus yang terjadi di tengah masyarakat kian meningkat.
Selain itu, katanya, masyarakat mengetahui ada lembaga yang memfasilitasi kasus-kasus seperti ini di Unit Layanan Dinas PPA Kota Pekanbaru sehingga keluarga dan korban berani melaporkan kejahatan yang merusak fsikis perempuan dan anak itu.
Dia menjabarkan, sepanjang 2018 sesuai rekap data terbanyak adalah kasus pencabulan terhadap anak yang tercatat sebanyak 42 kasus. Jumlahnya mengalami peningkatan cukup besar dibanding 2016 sebanyak 14 kasus dan 2017 sebanyak 21 kasus.
Pemicu terjadinya kejahatan seksual terhadap anak, katanya, secara umum akibat degradasi moral pada sejumlah oknum warga, pengaruh tayangan pornografi di hp, dan yang paling miris pelakunya seringkali orang terdekat korban yang tega memangsa anak-anak.
Bicara solusinya, dia menyebutkan, setiap orang harus peduli pada anak-anak, baik anak orang lain apalagi anak sendiri. Orang tua harus menjadi sahabat dan pelindung bagi anak-anak dan siapapun harus punya kepedulian pada anak.
Sedangkan untuk kasus KDRT penyebabnya bermacam-macam, seperti karena faktor ekonomi, ada juga karena faktor lain, misalnya kurangnya kasih sayang di dalam rumah tangga.
Dia menjelaskan untuk penanganan berbagai kasusnya kekerasan terhadap ana dan perempuan tersebut, di Unit Layanan PPPA sesuai dengan kepentingan klien dan yang pasti tetap ada pendampingan hukum oleh advokat, konseling oleh psikolog dan konselor hingga dilakukan proses reintegrasi atau pemulangan korban
"Dalam penangannya kita masih menghadapi sejumlah kendala di antaranya minimnya sarana dan prasarana, dan kadang dalam proses hukum adanya intervensi dari pihak tertentu," katanya.
https://ift.tt/2W33lQa
March 16, 2019 at 01:58PM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2W33lQa
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment