REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Hafidz Muftisany
Sudahkah sampai kepada kita kisah 'Amir bin Abdullah at-Tamimi? Seorang tabiin yang zuhud dari Basrah.Kesehariannya tergambar dalam kalimat berikut. Saat subuh ia menjadi imam shalat, lalu memimpin majelis Alquran sampai waktu dhuha. Saat dhuha, ia mengerjakan shalat Dhuha sampai waktu zhuhur.Kemudian ia meneruskan shalat sunah sampai waktu ashar.
Setelah ashar, ia kembali membuka majelis ilmu sampai waktu maghrib. Kemudian, ia meneruskan ibadah sampai waktu isya. Shalat Isya usai, ia pulang ke rumah, makan roti lalu tidur sebentar, kemudian bangun malam untuk shalat, sahur, dan keluar lagi pada waktu subuh.
Itulah rutinitas harian seorang tabiin. 'Amir bin Abdullah at-Tamimi memaknai jika konsekuensi ia diciptakan adalah untuk beribadah. Ia totalitas melakukannya. Totalitas beribadah seperti 'Amir at-Tamimi yang kini amat jarang kita jumpai.
Kita patut merenung atas capaian-capaian ibadah kita. Sungguh benarlah 'Amir at-Tamimi jika tugas seorang manusia dan jin diciptakan hanya untuk beribadah kepada Allah SWT. Kita patut merenung. Bagaimana dengan ibadah mahdahkita? Kemudian kita cek bagaimana ibadah ghairu mahdahkita?
Kita mungkin berdalih jika kita bekerja keras mencari materi adalah bagian dari bentuk ibadah. Tetapi, terkadang kita khilaf, apakah saat memulai bekerja kita sudah meniatkannya sebagai ibadah? sudahkah kita menyebut asma Allah sebelum memulai pekerjaan?
Jika sudah bekerja kepayahan, energi kita lantas terkuras untuk mengamalkan ibadah-ibadah mahdah. Apakah shalat kita sudah berjamaah dan tepat waktu?Apakah shalat-shalat sunnah kita sudah cukup untuk mendapatkan nikmat surga-Nya? Apakah shaum sunnah kita rutin? Bagaimana dengan zikir pagi dan petang?Sudahkah kita menghadiri majelis-majelis ilmu?Bagaimana interaksi kita dengan Alquran?
Kita memang patut banyak bertanya. Tentu saja ke diri sendiri. Tak jemu dua telinga ini mendengar kata totalitas, jiddiyah. Tak kurang kita mendapat peringatan saat khotbah agar bertakwa dengan sebenar-benar takwa.
Tak kering lidah kita mengucap, "Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan". Kita hanya perlu membuktikan. Bahwa totalitas yang kita janjikan dalam beribadah benar adanya. Seorang Muslim adalah yang sudah mendeklarasikan kesungguhan saat mengucap syahadatain. Maka lecutlah jiwa kita untuk total menghambakan diri pada-Nya. Buatlah kelelahan sebagai sebuah lelah yang lillah. Kewajiban kita lebih banyak dari waktu yang tersedia.
Kita harus memastikan segala aktivitas kita berdimensi ibadah. Lantas kita memastikan bahwa ibadah-ibadah wajib tertunaikan. Kemudian kita memastikan, jiwa kita menggandrungi ibadah-ibadah sunnah laiknya makanan yang lezat dan mengenyangkan. Totalitas memerlukan bukti. Totalitas membutuhkan implementasi.
Seperti 'Amir at-Tamimi saat diingatkan sahabatnya, "Sesungguhnya tubuhmu memiliki hak atasmu. " Maka dalam keadaan kakinya bengkak, dia berkata kepada dirinya sendiri, "Demi Allah, engkau diciptakan hanya untuk beribadah, wahai jiwa yang banyak memerintahkan keburukan.
Maka demi Allah, sungguh aku akan membuatmu melakukan amalan sampai tempat tidur tidak dapat mengambil bagian darimu."
https://ift.tt/2CWKCir
March 31, 2019 at 04:20PM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2CWKCir
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment