REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah tengah menggodok pembiayaan infrastruktur melalui skema di luar anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) atau non-APBN. Melalui Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU), pembangunan infrastruktur permukiman yang sempat terkendala alokasi anggaran diklaim dapat disiasati dengan menggandeng anggaran swasta.
“Dalam lima tahun kemarin ada target yang tercapai maupun tidak karena keterbatasan dana. Maka saat ini kami melihatnya (kerja sama dengan Badan Usaha), bisa jadi peluang, sehingga dalam kurun 15-20 tahun nanti jarak ini bisa kita isi,” kata Direktur Perumusan Kebijakan dan Evaluasi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Herry TZ kepada wartawan, di Jakarta, Selasa (5/3).
Kebutuhan masyarakat terhadap permukiman, kata dia, dapat direalisasikan melalui program rusunawa yang lebih memiliki nilai komersial dibandingkan rusunami. Untuk itu dia optimistis alokasi anggaran infrastruktur terhadap proyek rusunawa akan mendapat tanggapan yang tinggi dari kalangan swasta.
Dia menjelaskan, pembayaran infrastruktur non-APBN jumlahnya semakin meningkat baik di pusat maupun daerah. Untuk itu, kebutuhan rusunawa akan segera direalisasikan dengan menghitung skema yang berlaku.
Menurutnya, anggaran swasta dapat dimanfaatkan dengan mengkalkulasi skema yang telah ditentukan dalam setiap proyek yang sedang dijalankan. Sebab, dari Rp 2.058 triliun pembiayaan infrastruktur Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), hanya terdapat Rp 623 trilun atau 41 persen saja yang dianggarkan dari APBN.
Jumlah tersebut, kata dia, tidak cukup untuk menutup semua proyek infrastruktur yang dicanangkan pemerintah. Untuk itu dia menjelaskan, tugas KPBU akan menyediakan dana dari Badan Usaha dengan mekanisme penjaminan melalui rekomendasi salah satu perusahaan dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berada di dalam naungan Kementerian Keuangan, yakni PT Penjaminan dan Infrastruktur Indonesia (PII).
“Ini yang salah satunya akan kita terapkan untuk permukiman,” kata Herry.
Direktur Utama PT PII Armand Hermawan menjelaskan, kebutuhan rusunawa banyak diminati kalangan milenial sehingga hal itu dapat menjadi daya tarik bagi kalangan swasta untuk mau berinvestasi. “Dibandingkan dengan rusunami, tentu saja rusunawa lebih menguntungkan. Swasta akan melihatnya, ini (rusunawa) bukan usaha jual putus, tapi ada nilai komersial yang didapat di situ,” katanya.
Program rusunami, lanjutnya, membutuhkan restrukturisasi pembiyaan yang harus dikaji di tingkat kementerian. Oleh karena itu, pihaknya tetap memprioritaskan program rusunawa agar segera dapat terealisasi.
Dia menjelaskan, pembagian keuntungan konsesi dengan swasta bervariatif tergantung dari proyek yang ada. Kendati demikian dia menjelaskan, nilai konsesi antara pemerintah dan swasta bisa melalui skema pembagian 70-30 persen atau 80-20 persen. Dari tujuh target penjaminan proyek infrastruktur non-APBN tahun ini, Armand optimistis target tersebut akan tercapai.
Dia menambahkan, dengan adanya skema pembiayaan non-APBN, pemerintah pusat dan daerah masih membutuhkan waktu untuk menyesuaikan dengan bentuk finansial terbaru program infrastruktur ini. “Kalau dulu kan gampang, mau bangun langsung minta dana APBN. Sekarang kendalanya, karena dana APBN terbatas, mau tidak mau kita harus beradaptasi dengan skema finansial non-APBN ini,” katanya.
https://ift.tt/2Xww3um
March 05, 2019 at 02:58PM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2Xww3um
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment