REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tuntutan pekerjaan yang tinggi sering kali membuat pegawai bekerja hingga melewati jam kerja normal. Kondisi ini membuat waktu istirahat dan tidur kerap terpinggirkan dan tidak diperhatikan dengan baik.
"Ingat bahwa tubuh kita ini bukan mesin," ungkap Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Dr dr Ari Fahrial Syam SpPD-KGEH MMB FINASIM FACP dalam pernyataan tertulis yang diterima Republika.co.id.
Dari waktu 24 jam yang tersedia, idealnya setiap orang perlu membagi waktu ini menjadi delapan jam untuk bekerja berat, delapan jam untuk bekerja ringan, dan delapan jam untuk istirahat. Selain itu, waktu tidur pun harus diupayakan agar tetap optimal yaitu setidaknya enam jam di malam hari.
Ketika waktu tidur dan istirahat diabaikan karena kesibukan kerja, jam biologis di dalam tubuh akan terdampak. Ari mengatakan ada hormon-hormon yang dilepaskan tubuh di malam hari dan tidak dapat dilepaskan secara optimal bila tubuh masih dalam keadaan bekerja di malam hari.
"Ketika malam kita jadikan waktu bekerja, pagi juga tetap bekerja, dan hanya beristirahat di waktu-waktu tertentu maka kita akan terpapar dengan berbagai kondisi penyakit," ungkap Ari.
Ketidakteraturan jam istirahat juga dapat membuat tubuh menjadi stres. Di sisi lain, waktu kerja yang berlebih dan tak teratur biasanya akan mendorong pola hidup yang tidak sehat seperti merokok, minum alkohol, makan berlebih dengan jumlah kalori yang tinggi, hingga kurang mengonsumsi sayur dan buah. Pola hidup yang tidak sehat ini akan semakin mendorong timbulnya stres pada tubuh.
Stres yang timbul karena kurangnya waktu istirahat dan waktu tidur di malam hari dapat meningkatkan risiko berbagai penyakit. Terlebih bila pekerjaan yang dilakukan memiliki tingkat stres yang tinggi.
Penyakit yang dicetuskan stres bisa bersifat akut maupun kronis. Beberapa contoh penyakit akut yang dapat berakibat fatal antara lain adalah serangan jantung atau pecah pembuluh darah otak.
Risiko lainnya adalah infeksi akut yang berubungan dengan menurunnya daya tahan tubuh seperti infeksi saluran napas atas, infeksi saluran napas bawah, hingga infeksi usus, termasuk demam tifus. Sedangkan penyakit kronis yang bisa dipicu oleh stres antara lain adalah penyakit asam lambung, seperti GERD atau sakit lambung, sindrom usus sensitif, dan penyakit asma yang bolak-balik kambuh.
Stres berkepanjangan pun dapat memicu terjadinya gangguan psikosomatik di mana muncul gangguan pada fisik yang berlangsung secara kronis akibat faktor psikis. Gangguan psikosomatik terjadi akibat adanya gangguan keseimbangan saraf otonom, sistem hormonal tubuh, gangguan organ-organ tubuh, serta sistem pertahanan tubuh.
Yuk beri kesempatan tubuh beristirahat!
https://ift.tt/2TzLHSI
March 27, 2019 at 02:48PM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2TzLHSI
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment