REPUBLIKA.CO.ID, CHRISTCHURCH — Masjid Al Noor terletak di seberang taman megah bergaya Inggris. Taman itu dipenuhi pohon-pohon ek yang menjulang tinggi. Tenang dan damai.
Pada Sabtu (16/3) pagi, puluhan orang berdiri diam di sana. Polisi masih menjalankan tugasnya menjaga kawasan itu. Masjid Al Noor adalah satu dari dua masjid yang menjadi sasaran terorisme pada Jumat (15/3) siang.
Seperti dilansir dari Aljazira pada Sabtu (16/3), jalanan di sekitar masjid dan taman masih ditutup. Hanya suara jangkrik, dan sesekali deru mobil dari kejauhan yang terdengar oleh orang-orang. Sesekali, suara isakan tertahan juga memecah kesunyian di taman itu. Orang-orang hanya berdiri terdiam.
Banyak warga Selandia Baru yang mengunjungi kawasan dekat masjid. Mereka ingin menyampaikan rasa duka dan berbelasungkawa atas aksi terorisme yang menimpa komunitas Muslim di sana.
Seorang warga dari Benggala Barat, India, Rizwan Khan (32 tahun) rutin melaksanakan shalat Jumat di Masjid Al Noor. Namun pada Jumat (15/3) lalu, dia tidak bisa datang tepat waktu saat khutbah jelang salat Jumat. Dia memiliki urusan bisnis di tempat lain.
"Karena saya terlambat (untuk shalat Jumat), saya memutuskan untuk tidak pergi (ke Masjid Al Noor),” kata Khan.
Dia merasa sangat bersyukur kepada Tuhan. Sampai saat ini, Khan tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika dirinya tetap pergi ke Masjid Al Noor.
“Salah satu teman saya menghubungi. Dan ketika saya menghubunginya kembali, dia mengatakan ditembak di bahunya,” ujar dia.
Kisah pilu dialami dua pemuda Muslim. Mereka mendapat kunjungan dari pamannya yang berasal dari India. Pada Jumat lalu, mereka memutuskan melaksanakan shalat Jumat di Masjid Al Noor. Tepatnya, satu hari sebelum pamannya hendak kembali ke India. Namun, pamannya justru meninggal karena aksi terorisme itu.
Seorang pria Ash Mohammed (32 tahun) berusaha menembus barikade polisi untuk mengetahui kabar keluarganya pada Sabtu pagi. Sebab, dia tak kunjung mendapat kejelasan nasib ayah dan dua saudara lelakinya. Tak ada satupun orang yang menjawab panggilan ke telepon genggam keluarganya itu.
“Kami hanya ingin tahu apakah mereka hidup atau mati," kata Mohammed saat petugas berusaha menghentikannya.
Setelah aksi terorisme pada Jumat siang, Selandia Baru menaikkan tingkat ancaman negara dari rendah ke tinggi. Polisi memperingatkan umat Islam agar tidak pergi ke masjid-masjid di Selandia Baru. Selain itu, maskapai penerbangan nasional membatalkan beberapa penerbangan masuk dan keluar Christchurch.
Selandia Baru dianggap sebagai kota yang menyambut baik para migran dan pengungsi. Pada Sabtu, orang-orang di seluruh negeri itu menjangkau umat Islam. Mereka menawarkan bantuan dan dukungan yang diperlukan untuk melewati masa-masa sulit pascaserangan terorisme.
Banyak dari warga yang mengumumkan bersedia menemani Muslim berjalan ke toko kelontong atau menemani berjalan, jika mereka merasa tidak aman.
Berdasarkan sebuah sensus pada 2013, jumlah Muslim hanya 1 persen dari populasi Selandia Baru. Kebanyakan dari mereka berasal dari luar Selandia Baru. Sebuah situs berhasil mengumpulkan lebih dari 684 ribu dolar AS dalam waktu kurang dari sehari untuk membantu komunitas Muslim.
Media sosial banjiri pesan-pesan kejutan, simpati, dan solidaritas kepada Muslim Christchurch. Salah satu gambar yang viral adalah gambar kartun kiwi, burung nasional negara yang menangis, sepasang figur yang bergandengan tangan dan berpelukan disertai tulisan, “Ini adalah rumahmu dan kamu seharusnya aman di sini.”
https://ift.tt/2Y54bO6
March 16, 2019 at 02:53PM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2Y54bO6
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment