REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Anggaran belanja pertahanan Cina pada tahun ini naik menjadi 7,5 persen. Sedikit lebih besar dibandingkan tahun lalu yang hanya sebesar 7,0 persen. Kenaikan belanja militer ini diumumkan dalam pembukaan sidang tahunan Parlemen Cina (NPC), Selasa (5/3).
Pada tahun ini, Cina menetapkan belanja militernya sebesar 1,19 triliun yuan atau 177,49 miliar dolar AS. Seluruh dunia mengawasi dengan ketat anggaran pertahanan Cina untuk mencari petunjuk langkah strategis mereka dalam membangun kekuatan militer termasuk pesawat jet siluman, pesawat pengangkut, dan misil anti-satelit.
Pada 2018, anggaran pertahanan Cina mencapai 8 persen, jauh lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 7,6 persen. Namun, anggaran itu kemudian diturunkan menjadi 7 persen.
"Cina akan mempercepat inovasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang berhubungan dengan pertahanan dan mempertahankan kekuasaan absolut Partai Komunis di angkatan bersenjata," kata Perdana Menteri Cina Li Keqiang dalam sidang tahunan NPC.
Pembangunan kekuatan militer Cina membuat negara-negara tetangganya ciut. Hal itu terutama karena meningkatnya ketegangan di wilayah Timur, Laut Cina Selatan dan Taiwan yang masih berusaha merdeka dari Cina.
Pada Senin kemarin juru bicara pemerintah Cina mengatakan kenaikan anggaran militer mereka masih 'masuk akal dan pantas'. Sebab, kenaikan anggaran pertahanan ini untuk memenuhi reformasi militer dan keamanan nasional mereka.
Dalam situsnya media angkatan bersenjata Cina, Harian Tentara Pembebasan Rakyat menyebutkan anggaran pertahanan untuk angkatan bersenjata Cina ini fokus membantu pertahanan nasional dan reformasi militer. Selain itu, untuk mempromosikan moderenisasi pertahanan nasional dan militer secara komprehensif.
Cina tidak menjelaskan dengan rinci anggaran pertahanan mereka. Hal itu membuat negara-negara tetangga dan kekuatan militer lainnya menilai buruknya transparansi Cina menyebabkan ketegangan di kawasan.
"Cina meningkatkan pengeluaran pertahanan di angka yang tinggi dari waktu ke waktu dan Jepang ingin melihat transparansi dalam kebijakan pertahanan dan militerisasi mereka," kata Sekretaris Kabinet Jepang Yoshihide Saga.
Saga menegaskan negaranya akan mengawasi dengan ketat anggaran belanja militer Cina. Di saat yang sama akan terus berusaha membangun dialog dengan Cina untuk mendapatkan klarifikasi tentang hal itu.
Pengeluaran pertahanan militer Cina terbesar nomor dua di dunia setelah Amerika Serikat (AS). Sebagai perbandingan Presiden AS Donald Trump mendukung rencana pengeluaran militer sebesar 750 miliar dolar AS pada 2019.
Namun banyak diplomat dan pakar militer yang mengatakan angka yang diberikan Cina mungkin mengabaikan pengeluaran untuk Tentara Pembebasan Rakyat, sebagai angkatan bersenjata terbesar di dunia. Tentara Pembebasan Rakyat juga tengah memoderinisasi persenjataan mereka.
Pakar militer dari Strategic and Defense Studies Center di Australian National University Sam Roggeveen mengatakan angka anggaran pertahanan Cina ini menandakan adanya 'peningkatan subtansial' dalam ukuran militer mereka. Roggeveen menambahkan sudah lama Cina memperkuat militer untuk menjaga perbatasannya tapi definisi pertahanan mereka semakin meluas.
"Negara-negara Barat sangat tertarik mengetahui untuk apa saja anggaran itu digunakan, terutama jika digunakan pada aset yang dapat memproyeksikan kekuatan jarak jauh," kata Roggeveen.
Akhir-akhir ini militer Cina fokus pada daerah otonom Taiwan yang demokratis. Mereka khawatir presiden Tsai Ing-Wen akan mendeklarasikan kemerdekaan Taiwan dan melepaskan diri dari Cina, sesuatu yang bagi Cina sudah melanggar batas.
"Cina dengan tegas akan menentang dan menghalangi berbagai skema atau aktivitas separatis yang mengincar kemerdekaan Taiwan, dan melindungi kedaulatan, dan integritas wilayah Cina," kata Li.
Tsai yang berulang kali mendapat ancaman dari Cina mengatakan ia ingin mempertahankan status quo dengan Cina. Tapi, ia ingin tetap mempertahankan keamanan dan demokrasi negaranya.
"Cina berulang kali mengklaim mereka tidak akan menyerah mencaplok Taiwan dengan paksa, jadi kami selalu sangat berhati-hati, kata tidak takut bertempur, dan kami tidak akan menantang (Cina), tapi kami siap pertempur kapan pun," kata Perdana Menteri Taiwan Su Tseng-chang.
https://ift.tt/2C7auHE
March 05, 2019 at 01:40PM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2C7auHE
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment