Monday, March 4, 2019

Mayoritas Kapal Nelayan Kecil Belum Terdaftar

Saat ini sekitar 500 unit kapal perikanan berukuran kurang dari 10 GT

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan, mayoritas nelayan dengan kapal tangkap berkapasitas di bawah 10 gross ton (GT) belum terdaftar. Hal itu diakibatkan oleh minimnya akses dan pengetahuan nelayan di sentra-sentra perikanan Indonesia.

Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP, Zulficar Mochtar, menjelaskan, saat ini dari sekitar 600 ribu unit kapal perikanan, sebanyak 89 persen atau sekitar 500 unit kapal berukuran kurang dari 10 GT. Kepemilikan kapal-kapal itu didominasi oleh nelayan kecil.

“Mayoritas dari kapal kecil itu belum terdaftar,” kata Zulficar di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta, Selasa (5/3).

Zulficar menerangkan, sejak November 2014, pemerintah memutuskan untuk membebaskan perizinan Perikanan Tangkap dan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP). Kapal kecil di bawah 10 GT hanya diwajibkan untuk mengurus pendaftaran kapal dan surat kepelautan bagi nelayan. Sebab, itu berkaitan dengan kelaikan dan keselamatan nelayan ketika melaut.

Pendataan kapal juga sebagai bukti bahwa kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan nelayan bukan dari kegiatan penangkapan ilegal. Di sisi lain, negara-negara tujuan ekspor perikanan dari Indonesia pun telah mensyaratkan bahwa hasil tangkapan tidak ilegal.

Namun, ia mengakui, perizinan tersebut masih menjadi kendala para nelayan karena proses pengurusan yang dinilai berbelit oleh para nelayan. Selain itu, para nelayan kecil sejak dahulu sudah terbiasa melaut untuk menagkap ikan tanpa surat dan dokumen. Negara akan merugi jika kegiatan nelayan saat ini tidak ditata dengan baik. 

Lebih lanjut, kata dia, adanya surat izin pendaftaran kapal juga akan mempermudah semua pihak jika terjadi kecelakaan sewaktu-waktu. “Ini harus ditertibkan. Terus terang, mengurus ratusan ribu kapal dengan kultur dan karakteristik yang beda-beda di setiap daerah butuh kesabaran yang penuh,” ujar Zulficar.

Pada Selasa (5/3), Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, Kementerian Kelautan dan Perikanan bersama Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan menandatangani perjanjian kerja sama tentang pelayanan status hukum kapal penangkap ikan dan kepelautan.

Zulficar berharap, adanya kerja sama tersebut diharapkan dapat mempermudah nelayan dalam mengurus pendaftaran kapal. KKP dan Kemenhub akan bersinergi dan menerapkan sistem jemput bola ke sentra-sentra nelayan. Ia mengklaim, pengurusan pendaftaran kapal dan surat kepelautan juga tidak akan memakan waktu lama.

Sasaran kerja sama tersebut juga ditujukan untuk para nelayan dengan kapasitas kapal diatas 10 GT. Khususnya untuk pengurusan Pas Kecil, Surat Ukut, Grosse Akta, Izin Buku Kapal Perikanan dan Bukti Pencatatan Kapal Perikanan, SIUP, dan SIPI yang merupakan sertifikasi kepelautan nelayan.

Direktur Jenderal Perhubungan Laut, Kemenhub, Agus Purnomo mengatakan, seluruh kapal tangkap yang melaut harus memiliki status hukum demi keberlangsungan usaha perikanan. Surat dan dokumen berkaitan erat dengan standar keselamatan nelayan.

“Kita ingin nelayan bisa melaut dengan aman. Tapi, harus punya dokumen baik kapal maupun nelayannya supaya legal,” ujar dia.

Kemenhub, kata Agus, hanya menekankan standar kelaikan dan keselamatan nelayan. Penegakan hukum dalam waktu dekat akan diterapkan untuk memastikan nelayan mau mengurus surat dan dokumen. Rencana tersebut, menurut Agus, akan mulai diimplementasikan pada tahun ini setelah para nelayan siap.

“Harapan saya tahun ini kita bisa law enforcement. Tapi ya saat ini kita edukasi dulu para nelayan terkait pengurusan izin itu,” ujarnya.

Let's block ads! (Why?)


https://ift.tt/2HgoO3W
March 05, 2019 at 02:38PM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2HgoO3W
via IFTTT
Share:

0 Comments:

Post a Comment