REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nama 'Imaduddin Abdulrahim alias Bang 'Imad sudah identik dengan karyanya, Kuliah Tauhid. Secara garis besar, Kuliah Tauhid membahas keesaan Allah SWT dan akidah Islam, disertai rujukan ayat-ayat Alquran. Di dalamnya, sang penulis juga berargumentasi soal esensi manusia, keutamaan iman, kemerdekaan, keadilan dan jihad.
Ada satu fakta menarik yang dibahasnya, yakni tiadanya kata ateis atau yang semakna dengannya di dalam Alquran.
Menurut Bang ‘Imad, hal ini menegaskan fitrah manusia memang mempercayai eksistensi Allah SWT. Lihat misalnya surah Luqman ayat 25 yang berarti “Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: ‘Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?’ Tentu mereka akan menjawab: ‘Allah’”.
Oleh karena itu, bagi Bang ‘Imad, persoalannya yang paling penting adalah, mengapa manusia tidak juga beriman kepada Sang Pencipta? ‘Imaduddin lantas menyebut satu penghalang iman: kesombongan.
“Sebagaimana Fir’aun kalau dia menerima konsep ‘La ilaha illa Allah’, maka dia harus menganggap dirinya sama dengan Musa, anak yang pernah dipeliharanya, anak yang pernah diselamatkannya dari kehanyutan di sungai Nil. Ini berat bagi dia. Dia terlanjur menganggap dirinya super (super human sebagai manusia dan supernation sebagai bangsa).” (1982: 61)
Padahal, kepuasan hati manusia hanya bisa diraih dengan bertauhid. Sebab, memang begitulah fitrah kemanusiaan, yakni meyakini eksistensi Tuhan Yang Satu.
Baca juga: Ketika Bang Imad Menjadi Tahanan Politik
Karenanya, lanjut sang penulis, kunci memahami tauhid adalah keikhlasan dan jihad. Orang harus sungguh-sungguh berjihad untuk memeroleh hidayah iman. Upaya jihad itu pun mesti dilakukan secara ikhlas, mengabdi hanya kepada Sang Pencipta, serta menghindari tinggi hati di hadapan sesama manusia.
“Hidayah iman tidak diberikan secara gratis sebagaimana kedua nikmat lainnya [nikmat berkehidupan dan kebebasan berpikir –Red]. Karena itu pula kita mengerti kalau tidak semua orang berhasil mendapatkan nikmat tersebut. Penulis berdoa semoga adik-adik dan saudara-saudara yang telah berani dan mampu meninggalkan tempat tidur di saat-saat mata mengantuk selepas makan sahur, datang ke masjid untuk sembahyang bersama, berjamaah, kemudian mengikuti kuliah shubuh, sudah dianggap termasuk berjihad. Semoga hati kita, insya Allah, terbuka untuk menerima hidayah iman.” (1982: 72)
https://ift.tt/2VyJE2t
March 05, 2019 at 02:37PM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2VyJE2t
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment