REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Para peternak ayam yang tergabung dalam perkumpulan Peternak Rakyat dan Peternakan Mandiri (PRPM) menuntut pemerintah untuk segera melakukan langkah menaikkan harga ayam hidup. Tuntutan itu kembali dilayangkan lantaran harga di tingkat peternak semakin jatuh dan merugikan para peternak.
Ketua Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) Jawa Tengah, Pardjuni, mengatakan, hingga pekan terakhir Maret 2019, rata-rata harga live bird atau ayam hidup mencapai Rp 11 ribu per kilogram (kg). Khusus di wilayah Jawa Tengah, dan Yogyakarta, harga live bird bahkan menyentuh Rp 10.500.
Sementara, total biaya produksi yang harus dikeluarkan oleh peternak sebesar Rp 19.500 per kg. Hal itu disebabkan oleh tingginya harga pakan dan anak ayam (DOC) saat ini. Sebagai catatan, rata-rata harga DOC saat ini mencapai Rp 6.500 per ekor. Sedangkan harga pakan di kisaran Rp 6.800 hingga Rp 7.500 per kilogram.
Di satu sisi, terjadi over suplai pasokan ayam dan diikuti lemahnya permintaan dari masyarakat. “Kondisi ini sudah berlangsung selama tujuh bulan terakhir. Berbagai upaya sudah dilakukan pemerintah, tapi tidak ada perubahan dan harga ayam hidup makin menyentuh titik terendah,” kata Pardjuni di Jakarta, Rabu (27/3).
Ia mengatakan, para peternak menuntut pemerintah agar harga ayam hidup dinaikkan menjadi Rp 20 ribu per kilogram. Tuntutan itu sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 96 Tahun 2018 tentang Harga Acuan Pembelian di Tingkat Petani dan Harga Acuan Penjualan di Tingkat Konsumen.
“Harga itu pun sebetulnya masih kurang karena biaya produksi saja Rp 19.500. Paling tidak Rp 20 ribu per kilogram itu harga minimal untuk aman. Kita harapkan harga bisa Rp 21 ribu itu masih sesuai aturan,” ujar dia.
Seperti diketahui, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita melalui Surat Menteri Perdagangan Nomor 28 Tahun 2019 tertanggal 29 Januari 2019, menetapkan harga khusus pembelian daging dan telur ayam ras di tingkat peternak antara Rp 20 ribu per kg hingga Rp 22 ribu per kg. Ketetapan itu berlaku hingga 31 Maret 2019.
Setelah itu, ketentuan harga acuan kembali mengacu pada Permendag Nomor 96 Tahun 2018 yang mengatur acuan antara Rp 18 ribu hingga Rp 20 ribu per kg.
Adapun kebijakan sementara itu ditempuh pemerintah karena kondisi harga jagung pakan masih tinggi sementara harga daging ayam di tingkat peternak makin terpuruk.
Namun, pada kenyataannya, kebijakan Kementerian Perdagangan sama sekali tidak berdampak dan kondisi harga. “Instrumennya tidak bisa menyelesaikan masalah. Permentan dan Permendag itu mandul. Harus dicarikan solusi untuk ini,” ujar dia.
Selain menuntut kenaikan harga daging ayam, peternak menunut penurunan harga pakan sebesar Rp 500 per kilogram dan harga DOC menjadi Rp 5.500 per ekor. Tuntutan-tuntutan tersebut, kata Pardjuni, merupakan tuntutan jangka pendek.
Adapun tuntuan jangka menengah, pihak dia meminta agar diterbitkan Peraturan Presiden (Perpres) yang khusus mengatur soal acuan pembelian harga daging ayam baik di tingkat peternak maupun konsumen.
https://ift.tt/2TZmJRG
March 27, 2019 at 02:25PM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2TZmJRG
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment