REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Asisten Deputi Moneter dan Neraca Pembayaran Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian Edi Prio Pambudi memproyeksi, pertumbuhan ekspor jasa pada 2019 dapat mencapai 6,8 persen. Angka ini meningkat dibanding dengan realisasi pertumbuhan pada tahun lalu yang mencapai 6,5 persen.
Salah satu faktor pendukung pertumbuhan tersebut adalah kebutuhan pasar yang masih luas, baik di dalam ataupun luar negeri. Selain itu, kebijakan penurunan pajak pertambahan nilai (PPN) sektor jasa menjadi nol persen akan mulai diberlakukan.
"Ditambah lagi adanya optimisme peningkatan jumlah wisatawan mancanegara," ujar Edi ketika ditemui Republika di Gedung Kemenko Bidang Perekonomian, Jakarta, Selasa (5/3).
Optimisme tersebut juga disampaikan Edi melihat Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) yang sudah coba mengembangkan branded training. Konsep ini yang dibutuhkan industri karena pendidikan untuk pengembangan ekspor jasa sudah tidak lagi dengan pola diploma gelar, melainkan portfolio sebagai bukti.
Tapi, Edi menjelaskan, sulit rasanya pertumbuhan ekspor jasa untuk mencapai tujuh persen. Sebab, pertumbuhan industri manufaktur yang berkontribusi signifikan terhadap jasa masih berada di kisaran empat persen.
Apabila pengolahan bisa didorong hingga lima persen, ia meyakini ekspor jasa dapat terus tumbuh. Selain itu, Edi menambahakan, untuk meningkatkan pertumbuhan, dibutuhkan peningkatan skill sumber daya manusia (SDM) menjadi services provider.
"Mereka harus beralih ke profesi ‘besar’ dan mahal, seperti menguasai developer artificial inteligence (AI). Sekarang saja sudah rebutan antara start up dengan unicorn," tuturnya.
Dengan adanya penandatanganan pakta perdagangan Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA), Edi optimistis, potensi pertumbuhan ekspor jasa kian tinggi. Tapi, dibutuhkan penilaian lebih jeli untuk memilih industri yang tepat guna dikembangkan.
Edi menilai, dari IA CEPA, sektor paling berpotensi untuk dikembangkan adalah digital dan desain. Tapi, persyaratan yang dibutuhkan tidak mudah dan memakan waktu lebih dari dua tahun.
"Kalau mau akselerasi, kita fokus kembangkan yang sudah eksisting. Misalnya, di jasa kesehatan," ujarnya.
Sebelumnya, Direktorat Pengembangan Ekspor Nasional (PEN) Kementerian Perdagangan mendorong kinerja ekspor jasa melalui program peningkatan daya saing produk berbasis desain dalam ajang Good Design Indonesia (GDI). Program ini memungkinkan desainer lokal ‘dikirim’ ke luar negeri guna memamerkan produk dan menjalin relasi dengan pelaku internasional.
Direktur Jenderal PEN Arlinda mengatakan, GDI merupakan sebuah pengakuan yang diberikan kepada desainer atau pelaku usaha berorientasi ekspor atas keberhasilan menciptakan desain produk. "Tidak hanya yang bernilai seni tinggi, juga harus memiliki sisi komersial untuk dapat masuk ke pasar ekspor," ujarnya, beberapa waktu lalu.
https://ift.tt/2NFCmr9
March 05, 2019 at 11:42AM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2NFCmr9
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment