Hal utama yang diinginkan banyak orang ketika penat dengan kesibukan dunia adalah jalan-jalan. Jalan-jalan diartikan sebagai sebuah liburan di mana kita mengadakan kegiatan yang tujuannya having fun dan enjoyable. Tinggalkan kerjaan di kantor, tinggalkan tugas-tugas kuliah, tinggalkan rutinitas yang membosankan, lepaskan dan bebas.
Itu lah kami (Enggar, Erna, dan Guntur), tepat di hari Rabu tanggal 6 Maret 2019 meninggalkan rutinitas untuk having fun ke salah satu objek wisata di Kota Jakarta. Berangkat menggunakan Commuter Line sekitar pukul 10.00 WIB dari Stasiun Pasar Minggu Baru menuju ke Stasiun Jakarta Kota, kami hanya merogoh kocek sebesar Rp 3 ribu. Asalkan tidak ramai, transportasi ini dapat menjadi pilihan yang tepat untuk keliling Jabodetabek.
Sesampainya di Stasiun Jakarta Kota, kami bergegas keluar dan menuju ke salah satu ikon kota Jakarta, yaitu Museum Sejarah Jakarta. Sebagai seseorang yang sudah 6 tahun bekerja di Jakarta, saya wajib tahu seluk beluk Kota Jakarta didirikan.
Museum ini juga disebut Museum Fatahillah yang terletak di Jalan Taman Fatahillah No. 1, Jakarta Barat. Bangunan yang memiliki luas lebih dari 1.300 meter persegi dulunya merupakan balai kota Batavia yang dibangun pada tahun 1707-1712 atas perintah Gubernur-Jenderal Joan van Hoorn.
Cukup membayar Rp 5 ribu per orang kami dapat mengamati berbagai benda-benda bersejarah di museum tersebut. Dimulai dari pintu masuk, kami langsung disuguhi lukisan tembok berupa orang-orang Belanda yang sekilas mirip dengan lukisan salah satu merk biskuit yang sering menjadi jamuan ketika lebaran tiba. (Red: Khong Guan). Tak mau menyia-nyia kan momen, kami pun mengabadikan foto di depan lukisan tembok tersebut.
Kemudian kami diarahkan menuju ke dalam museum yang banyak menyimpan segudang misteri sejarah. Di situ ada beberapa informasi mengenai terbentuknya nama Jakarta. Sebelumnya bernama Kalapa, kemudian Jayakarta, hingga menjadi Jakarta. Tak kalah menarik berbagai ruangan yang dulu pernah menjadi ruang rapat ataupun pertemuan dari berbagai kalangan.
Kami juga mengamati benda-benda seperti mata uang kuno, alat ukur genteng, alat ukur bata, batu timbangan, alat ukur bahan timbangan, meja dan kursi kuno, lemari dan bahkan cermin besar menggantung di atas tembok. Kami juga mengabadikan foto halaman pelataran depan museum dari lantai 2.
Pelatarannya yang luas digunakan oleh banyak orang untuk melakukan berbagai aktivitas. Ada yang bersepeda, duduk-duduk-duduk santai, berswa foto dan berbagai aktivitas lainnya. Jika ingin sepedaan di halaman pelataran, cukup membayar 20 ribu rupiah dengan waktu 30 menit. Cukup asik karena sepeda yang dipakai diberi warna berbagai macam. Ada biru, hijau, merah, pink dan putih.
Kami juga tak lupa singgah ke penjara bawah tanah yang letaknya di bawah museum tersebut. Ada beberapa penjara di sana, dan di dalamnya ada semacam bola-bola batu/besi. Tidak begitu jelas memang, karena di dalam sangat gelap. Tapi bagi kalian yang suka dengan sejarah, mungkin penjara bawah tanah menjadi hal menarik yang perlu diamati.
Setelah selesai mengamati museum, kami pun berlanjut ke pelataran untuk melakukan aktivitas seperti yang dilakukan oleh beberapa pengunjung. Duduk santai, sepedaan, dan sesekali mengamati sekeliling pelataran. Ternyata di situ ada bangunan bersejarah juga seperti Jasindo, museum Kantor Pos, dan museum seni dan keramik. Tak lupa untuk foto bersama kami mengabadikan berbagai hal yang ada di situ.
Kata Bung Karno "Jangan sekali sekali melupakan sejarah", maka bagi generasi muda khususnya yang ada di Jakarta, kalian wajib tahu mengenai seluk beluk kota Jakarta yang kalian tempati ini. Tunggu apalagi, sekalian jalan-jalan, sekalian menimba ilmu, kunjungilah Museum Sejarah Jakarta, Kota Tua.
Pengirim : Nova Enggar Fajarianto, Jakarta
https://ift.tt/2VMq2rU
March 12, 2019 at 04:08PM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2VMq2rU
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment