REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kementarian Perindustrian terus memacu daya saing industri keramik nasional. Industri kramik merupakan salah satu sektor yang diprioritaskan pengembangannya untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri maupun ekspor.
Untuk memenuhi kebutuhan pasar itu, menurut Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto ketersediaan gas bumi sebagai bahan bakar pembuatan keramik sangat diperlukan. Oleh karena itu, pemerintah terus mengupayakan adanya jaminan pasokan dan harga yang ideal dan kompetitif.
"Pemerintah senantiasa akan mengamankan pasokan bahan baku untuk industri keramik yang berasal dari dalam negeri sebagai competitive advantage, seperti tanah liat (clay), feldspar, pasir silika, dolomite, dan limestone," ujar Airlangga dalam keterangan tertulisnya, Jumat(15/3).
Selanjutnya, dalam mendorong terciptanya inovasi produk dan SDM terampil di sektor industri, pemerintah akan memfasilitasi melalui pemberian insentif fiskal berupa super deductible tax. Selain insentif fiskal, Kemenperin juga menyediakan insentif nonfiskal berupa penyediaan tenaga kerja kompeten melalui program link and match dengan SMK dan industri, Diklat sistem 3 in 1 dan Program Diploma I Industri, tuturnya.
Airlangga menambahkan, untuk meningkatkan daya saing industri keramik dan memproteksi pasar dalam negeri, pemerintah telah menaikkan Pajak Penghasilan (PPh) impor komoditas keramik menjadi sebesar 7,5 persen.
Pemerintah juga mendorong kebijakan pengembangan sektor industri pengolahan yang difokuskan pada penguatan rantai pasok untuk menjamin ketersediaan bahan baku dan energi yang berkesinambungan dan terjangkau.
Airlangga optimistis, apabila langkah strategis tersebut berjalan dengan baik, Indonesia berpotensi mampu menduduki peringkat ke-4 dunia sebagai produsen keramik. Saat ini, kapasitas terpasang keramik nasional sebesar 560 juta meter persegi. Tentunya, Airlangga menegaskan, setelah pemerintah memberikan keberpihakan kepada industri dalam negeri, utilitas produksi harus bisa meningkat.
Di samping itu, pemerintah sedang menggalakkan implementasi peta jalan Making Indonesia 4.0. Salah satu aspirasinya adalah mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional hingga 1-2 persen. Di era digitalisasi saat ini, beberapa industri keramik nasional sudah menerapkan teknologi terbaru, seperti digital printing dan digital glazing yang mampu memproduksi keramik dengan ukuran besar.
"Kami juga mendorong diversifikasi produk dengan memproduksi jenis ubin terkini seperti ubin 3D (tiga dimensi), porcelain slab, dan ubin vitrifikasi, serta inovasi desain ubin keramik yang mengikuti tren terkini yang memiliki ciri khas dan original. Untuk itu, perlu didorong pemanfaatan teknologi 3D printing, otomatisasi, artificial intelligence dan big data, sebut Airlangga," kata dia.
Apalagi, Indonesia didukung ketersediaan bahan baku berupa sumber daya alam (SDA) yang besar, sehingga industri keramik diproyeksi bisa menunjukkan kinerja yang positif. Pada tahun 2018, pertumbuhannya sebesar 2,75 persen dan mampu menyerap tenaga kerja hingga 150 ribu orang.
Mengingat adanya program pemerintah yang gencar dalam pembangunan infrastruktur saat ini, serta meningkatnya kebutuhan perumahan atau tempat tinggal oleh pekerja usia produktif, menjadi peluang bagi industri keramik nasional untuk meningkatkan konsumsi keramik nasional dan memperluas pangsa pasar dalam negeri.
Airlangga menuturkan, pemerintah juga berharap kepada para industri keramik dalam negeri agar terus berkontribusi sebagai salah satu motor penggerak akselerasi pertumbuhan ekonomi nasional. "Jadi, selain dapat memenuhi kebutuhan pasar domestik, kami juga mendorong agar mereka bisa memperluas pasar ekspor terutama di tingkat regional," kata dia.
Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) Edy Suyanto menargetkan produksi keramik nasional akan mencapai 420-430 juta meter persegi sepanjang tahun 2019. Angka tersebut menunjukan pertumbuhan sebesar 7- 9 persen dibanding jumlah produksi di tahun 2018.
https://ift.tt/2O576ly
March 15, 2019 at 07:00PM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2O576ly
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment